—Pergi.

•••

“Besok aja perginya,” Suara serak khas orang baru bangun tidur sayup-sayup menjamah indera pedengaran yang muda, kedua kelopak mata pria tan itu masih tertutup rapat menyembunyikan netra hitam pekat paling menawan yang ia punya, pun dengan deru napas teratur yang membuat Thi lekas-lekas meneliti wajah tenang dari suami tampannya.

“Tetaa udah bangun ya?” Yang muda memberi tanya.

“Sudah.”

“Terus kenapa matanya ketutup?”

“Karena gak mau dibuka.” Jawab yang tua dengan begitu santai.

Bibir si manis maju lima senti mendengar jawaban asal keluar dari kekasih hatinya, “Kamu gak suka ya liat muka jelek aku pas baru bangun tidur?”

Sepasang kelopak sang empu langsung memamerkan netra hitam yang tadi tengah bersembunyi, menatap iris kelabu suami Cantiknya lekat-lekat, “Cantik, kamu cantik selalu.” Tawan menjawab pelan, semakin merengkuh yang muda erat-erat, kembali memejamkan mata setelahnya.

“Duh aku kangen banget di peluk seperti ini sama kamu.”

“Ya makanya besok aja pergi main sama temen-temen kamu, ya Mbul?” Yang tua bersuara sembari mengecup berkali-kali pucuk kepala Thi.

“Ish Tetaa, Thi udah janji tau mau main.”

“Masih ada hari besok.”

“Engga bisa Tetaa ku sayang, kan aku janjinya tanggal ini, masa dibatalin gitu aja.”

“Kamu gak kangen aku apa?” Tawan bertanya.

“Kangen lah, aku dinas di luar sepuluh hari dan gak ketemu kamu sama Lolly dua belas hari. Tidur gak ada yang meluk, gak ada yang bilang kalau ada yang sayang sama aku, aku jelas kangen kamu, banyak sekali.”

Setelah menjawab pertanyaan Tawan, Thi memajukan wajahnya, mengecup bibir lelakinya secepat kilat. Setelahnya ia langsung bersembunyi di dada Tawan sembari meredam pipi yang terasa panas.

“Kebiasaan kamu udah ngelakuin malu sendiri.”

“Jangan godain Thi!”

“Aku mau lagi.”

“Kan tadi malam udah, aku tau ya banyak tanda merah yang kamu tinggalin di aku.”

“Gausah pergi, Mbul.” Yang tua lagi-lagi berucap, menahan agar kekasih Cantiknya untuk tetap di rumah bersamanya, menghabiskan waktu bertiga.

“Tetaa, Thi cuma sebentar.”

Lelaki tan itu menggeleng, masih keukeh pada pendiriannya melarang Thi—semakin mengeratkan rengkuhannya pada tubuh yang muda.

“Gak boleh pergi.” Final.

Kerutan di bagian dahi Thi tercipta, “Tetaa kenapa sekarang hobi ngelarang-larang aku sih.”

“Aku ngelarang kamu pergi hari ini, tidur lagi masih terlalu pagi buat berantem.” Tawan berujar santai, menyamankan posisinya lengkap dengan sebuah ciuman di pipi Thi sebelah kiri.

“Thi tetep mau pergi jam dua nanti.”

“Besok.”

“Hari ini, mau pergi hari ini.”

“Kamu baru pulang tadi malam dan sekarang mau pergi lagi? Mau ninggalin aku sama Lolly?”

“Aku gak ninggalin, aku udah bilang kan sama Tetaa jauh-jauh hari aku punya acara sama temen-temen ku dan kamu meng-izinkan, tapi sekarang kenapa malah jadi gini sih,” Thi bersuara, “Tetaa coba lepas dulu pelukannya Thi mau ngomong serius.”

“Kamu mau ngomong apa jawaban aku tetap tidak.”

“Mas.”

“Enggak.”

“Thi gak suka ya kamu ngelarang-larang gini.”

“Bilang ke temen-temen mu, kamu pergi besok.”

“Thi pergi hari ini.”

“Enggak, awas aja berani keluar.”

Decakan sebal Thi terdengar, “Kalo tau gini aku gausah pulang aja sekalian, dinas aja dua bulan.”

Dua kelopak mata Tawan terbuka menampilkan iris hitam gelap yang ia punya bersamaan dengan ia melepaskan rengkuhannya pada tubuh si Cantik—beranjak dari tempatnya berjalan keluar dari kamar, namun sebelum benar-benar pergi lelaki tan itu sempat berucap pelan.

“Pergi kemana kamu suka.”

•••

—Joya.