[Serasi]

•••

Netra hitam pekat itu mendengus pelan tak kala menangkap sesosok pemuda berwajah manis yang tengah duduk di atas motornya dengan sebuah cup es-krim yang berada di genggaman tangan kiri.

“Anjir Wan pacar lu malah nyantai dimari.” celetuk pria bermata sipit yang duduk santai di bangku penumpang.

Tay tawan langsung membuka pintu mobilnya, melangkah mendekati sang kekasih, disusul oleh Off jumpol yang berada di belakangnya.

Senyum manis terpantri di wajah pemuda berkulit putih bersih itu, “Tetaa mau es-krim?”

Tay masih bungkam menatapnya, membuat yang lebih muda terdiam lengkap dengan memudarnya senyuman cerah di wajah manis pria di balut hoodie merah muda itu.

“Wan bawa pulang aja New-nya, biar gue yang nunggu anak buah Oab.” Off ambil suara tak kala mula sadar dengan raut wajah teman sejawatnya yang mulai berubah.

“Ayo, pulang.”

Hanya dua kata yang terucap dari mulut kekasihnya, langsung membuat Thitipoom menurut namun langkahnya berhenti tepat di depan pintu mobil, lalu ia menggeleng pelan.

“Aku pulang sendiri aja.” Thitipoom berujar pelan.

“Masuk.”

“Gak mau, aku pulang sendiri aja.”

“Masuk kedalam mobil New.”

•••

Suara pintu tertutup terdengar, sepasang kekasih itu masih sama-sama bungkam, di sepanjang perjalanan menuju pulang tadi keduanya pun tetap senyap, yang muda tak berani bersuara dan yang lebih tua tak kunjung mengeluarkan kata.

Thitipoom melangkah masuk kedalam kamarnya, ia tak ingin menatap netra hitam pekat yang menjadi lebih menyeramkan ketika pemiliknya sedang dalam keadaan tak baik-baik saja. Namun langkahnya terhenti ketika sebuah suara menginstrupsi.

“Thi.”

“Tetaa kalau mau marah-marah pulang aja, aku gak suka.”

“Gimana gak marah kalau kamu bohong.” timpal yang lebih tua.

Thitpoom membalikkan tubuhnya, perlahan iris kelabu itu bersinggungan dengan iris kekasihnya, “Aku gak bohong.”

“Kamu bilang ke minimarket deket sini, tapi kenapa bisa motor kamu mogok di tempat sejauh itu?”

Ia bungkam.

“Kamu mikir gak sih gimana paniknya aku begitu buka pintu gak ada kamu? Pesan gak di balas, telepon gak kamu angkat, dan begitu ngeliat kamu disana, di tempat sepi malah asik makan es-krim, emang gak ada niat buat ngehubungin aku, iya Thi?” Tay kembali berucap, lebih panjang.

“Thitipoom.”

“Minta maaf Tawan.”

Setelah ucapan kekasihnya terdengar di telinga, Tay tak lagi berucap, perlahan tangan kanannya mulai mengendurkan ikatan kain yang berada di leher, menghela napas panjang dengan sepasang netranya terus memandangi Thitipoom yang masih menunduk dalam-dalam.

Yang lebih tua perlahan melangkah dan menarik kekasihnya kedalam sebuah pelukan hangat, mengelus rambut halus Thitipoom dengan begitu pelan.

“Udah gak marah?” pria berponi lucu itu angkat suara.

“Masih.

Thitipoom hendak melepaskan kedua tangan Tay yang tengah memeluknya, namun yang lebih tua semakin mengeratkan pelukannya, tampak jelas tak ingin melepaskan Thitipoom-nya.

“Lain kali kasih kabar, kalau kamu kenapa-napa aku yang gila mbul.”

“Aku tadi mau ngehubungin kamu, tapi aku ingat kamu masih nulis somasi, aku makan es-krim karna laper banget, maaf udah bohong sama kamu.”

“Tapi aku gak niat bohong Taa, aku emang muter-muter naik motor karna aku bosan sendirian di kamar, taunya mogok.”

“Tetaa kalau masih marah sama aku pulang aja dulu gih, kalau mau marahin aku besok aja.

“Aku gak boleh nginep nih?”

Pelukan mereka perlahan merenggang bersamaan dengan gelengan kepala yang lebih muda terlihat, “Enggak kalau masih marah.”

“Aku marah karna sayang.”

“Tapi kalau sayang gak boleh marah-marah.”

“Ngejawab mulu.” ucap Tay sembari menyentil dahi yang bersembunyi di balik poni kekasihnya itu.

Ringisan dari yang lebih muda terdengar, bibir merah mudanya mengerucut kesal, “Usapin dahinya aku, di sayang-sayang.” Thitipoom meminta.

Tay tak tahan untuk tidak terkekeh pelan melihat ekspresi lucu yang ditampilkan kekasih hatinya ini, dengan perlahan tangan kanannya mengelus dahi yang lebih muda-menyingkirkan poni rapinya.

“Minta maaf Tetaa.” Thitipoom berujar, kedua tangannya perlahan melingkar di pinggang yang lebih tua.

“Di maafin, tapi aku gak suka kamu manggil Tawan kayak tadi.”

“Kamu juga tadi manggil aku New, mana serem banget lagi mukanya.” jawab si manis.

“Salah siapa?”

“Iya Tetaa, salah Thi.”

Seulas senyum tipis di tampilkan oleh yang lebih tua lengkap dengan mengecup pipi kiri kekasihnya, “Masih lapar kah, Cantik?”

“Masihlah, kamu pikir es-krim bisa bikin aku kenyang? Mana abis kena semprot kamu jadi laper dua kali lipat nih aku.” Thitipoom menjawab bersamaan dengan kekehan Tay yang terdengar.

“Aku ada bawa Pizza tuh.”

“Cinta banget sama Om Tetaa.”

Usai menyelesaikan ucapannya Thitipoom langsung berlari ke dapur, lagi-lagi yang lebih tua terdiam dengan sebuah senyuman yang masih terukir di wajahnya, Thitipoom tak lupa mengecup dirinya, tepat di bagian bibir.

•••

“Enak?”

Pemilik iris kelabu itu menoleh kekiri, lalu mengangguk dengan mulutnya yang mengembung mengunyah makanannya, sangat lucu.

“Sini aku keringin rambutnya.”

Tay langsung saja menurut, duduk di atas karpet bulu menyandarkan punggungnya di sofa yang tengah diduduki sang kekasih, kedua tangan pemuda berkulit putih bersih itu mulai mengambil alih handuk yang berada di genggaman kekasihnya.

Wangi segar Tay sehabis mandi masuk ke indra penciumannya tanpa permisi, Thitipoom menyukai wanginya.

“Ini film apa Thi?” yang lebih tua bertanya.

“Me before you”

“Tetaa besok ada sidang kah?”

“Ada jam sepuluh, kenapa Mbul?”

“Selesai aku makan kita langsung tidur biar kamu gak kesiangan.” Thitipoom menjawab.

Tay lantas bangkit dari duduknya, mendaratkan bokongnya di samping sang kekasih, “Thi duduk.”

“Iya ini kalo bukan duduk aku ngapain? Kayang” Jawab yang muda.

“Duduk disini, di pangkuan aku.”

Kerutan dahi si manis terlihat setelah meletakkan gelas kosong di atas meja kaca yang berada di depannya, “Gak mau, kamu jangan macam-macam besok kerja.”

“Padahal yang macam-macam itu bikin aku semangat kerja.” Tay menjawab.

Thitipoom mendengus sebal, namun mendekatkan dirinya pada sang kekasih, mengikis jarak diantara mereka berdua, mempertemukan bibirnya dengan pasangannya, saling menyesap dengan begitu lembut namun memabukkan. Ciuman itu tak lama, yang lebih muda mengulas senyum tipis setelahnya.

“Besok jaksanya siapa Taa?”

“Singto.”

Thitipoom mengangguk-anggukkan kepalanya sembari tersenyum geli melihat perubahan ekspresi sang kekasih.

“Kenapa kamu kesenyum-senyum?” Tay bertanya.

“Gak apa-apa, emang gak boleh senyum doang?”

“Senyumnya centil, kenapa gitu?”

“Ih apaan sih Tetaa ini, orang senyum doang.

“Kamu senyum begitu aku bilang Singto.” tandas Tay.

“Ya emang gak boleh aku senyum?”

Pria berkulit tan itu diam, menelisik wajah cantik kekasihnya, beberapa detik setelahnya pekikkan dari yang lebih muda terdengar begitu terkejut karena Tay yang langsung menggendongnya menuju ke kamar.

“Tetaa besok kamu kerja.”

“Iya besok aku kerja, bikin aku semangat buat besok ya cantik.”

•••

-Joya-