[Consequences]
•••
“Anak Ibu masak apasih?”
Pemuda berumur dua puluh empat tahun itu menoleh kebelakang, mengulas sebuah senyum lebar pada wanita paruh baya yang tengah berjalan mendekat ke arahnya.
“Aku belajar bikin kue tart hehe.”
“Siapa yang ulang tahun?”
New menghentikan kegiatanya, mulai menaruh semua perhatian pada wanita paling cantik di dunia ini, “Gak ada yang ulang tahun Ibu ku sayang, New cuma mau menormalisasikan ngasih kue tart bukan karena ada acara-acara tertentu.”
Ibunya hanya menggeleng sembari menaampilkan senyum tipis, “Kamu ini ada-ada saja memang, mau bikin kue yang gimana, nak?”
“Seperti ini Bu,” New menjawab sembari memperlihatkan ipad-nya pada sang Ibu, “Ala-ala korea begitu hahaha.”
“Ayo kita buat bareng-bareng, ini buat Tay tawan ya?”
Anaknya tak menjawab, namun semburat merah itu hadir mengiasi pipinya, sang Ibu mengulas senyum tipis, ia tak lagi butuh jawaban dari anak sematawayangnya ini.
•••
Sebuah senyum pemilik iris kelabu itu perlahan terukir dengan begitu indahnya, menatap pantulan dirinya di depan cermin, setelah dirasa cukup, lelaki manis itu langsung meraih botol kaca berisikan pafrum miliknya.
Melirik jam yang melingkar di tangan kirinya, pukul delapan malam tertara disana, lekas-lekas ia berjalan ke arah nakas, mengambil kunci mobil dan sebuah paper bag berisikan kue buatannya bersama sang Ibu tadi sore.
Setelah pamit, New langsung saja mengendarai mobil bewarna putih miliknnya dengan kecepatan sedang, debaran jantungnya menggila hanya karena wajah Tay tawan tiba-tiba muncul di ingatannya, lagu berjudul Resah milik Payung teduh mengalun menemani kesendiriannya malam ini.
New memang tak memberi tahu sang kekasih dengan kedatangannya kali ini, ia mau memberi kejutan saja. Karena beberapa hari sebelumnya mereka sempat terlibat perang dingin.