[Jarak]

•••

Pena yang tengah di genggam oleh cowok manis itu menari-nari di atas buku tulis, mencatat materi penting yang tengah di terangkan gurunya.

Sesekali ia mengangguk paham, lalu senyum itu terbit tak kala jawabannya benar.

“Fungsi xilem tadi apaan New?” bisikan dari Tu membuat New menoleh ke samping, menatap gadis cantik yang menjadi teman sebangkunya itu.

“Mengangkut air ke atas daun.” New menjawab.

“Tadi yang bu Sika bilang tentang penebalan dinding? Gue lupa nyatetnya.” Tu kembali bersuara.

“Penebalan dinding pada endodermis yaitu pitakaspari. Udah ngerti belum?”

Tu mengangguk, mengulas senyum manisnya pada New “Udah, makasih ya New.”

New mengangguk, lalu kembali memerhatikan wanita paruh baya yang berada di depan kelas dengan seksama.

“Kok gengnya Off lewat kelas kita ya? Padahal kan kelas mereka di bawah.”

Samar-sama ucapan dari Kit dapat di dengar oleh New, cowok yang duduk tepat di samping jendela itu lantas melirik keluar, benar saja, New dapat melihat wajah Bright yang tengah tertawa disana.

Hingga akhirnya, iris kelabunya menangkap manik hitam yang tengah menatapnya dengan begitu dalam, New tenggelam pada sang pemilik manik itu beberapa waktu, hingga akhirnya ia tersadar, dan langsung memutuskan kontak mata yang terjadi tadi.

•••

Bel istirahat sudah bebunyi sekitar tiga belas menit yang lalu, New mengunyah sandwich miliknya dengan santai, sembari membaca novel yang baru di belinya dua hari yang lalu. Hanya sebuah novel remaja yang tengah hangat di perbincangkan, kisahnya pun ringan.

Tentang dua anak manusia yang bingung dengan perasaannya sendiri, dan cara mereka melawan ketakutan masing-masing untuk memulai sesuatu yang terasa asing.

New melahap potongan terakhir sandwichnya, mengunyahnya dengan perlahan, New mengasingkan diri ke perpustakaan, ia terlalu malas untuk berbicara, karena sejujurnya, membaca dan sepi itu pelarian yang paling sukses membuat dirinya merasa jauh lebih baik.

Cowok manis berkulit putih itu meletakkan pembatas di novelnya dan meletakkan novel itu di atas meja, tangan kanannya meraih sebotol air mineral, meneguknya hingga tandas, lalu beranjak dari tempatnya bersamaan dengan bel bertanda berakhirnya jam istirahat bebunyi di seluruh penjuru sekolah.

Ia berlenggang santai keluar dari perpustakaan, berpapasan dengan cowok jangkung bermata sipit yang melempar senyum manis padanya.

“New.” sapaan itu terdengar begitu ramah.

“Kak Off.” New membalas dan mengulas senyum tipis.

“Gue deluan ya Kak.” ucapan New di angguki oleh Off.

Sedangkan seseorang yang kehadirannya tak di anggap pun hanya bisa menatap nanar tubuh si manis yang kian menjauh, lalu hilang di balik tembok.

Tay tersenyum kecut, New benar-benar tak ingin melihatnya lagi.

“Dih galau, belum juga berjuang lu Tay.”

Tangan kanan Tay lantas memukul lengan teman karibnya “Gimana mau berjuang kalo dia aja gak mau gue perjuangin?”

•••

-Joya-