[Kasih]

•••

Sepuluh jari itu saling meremat satu sama lain, menunggu seseorang dengan perasaan campur aduk, lagi, New mengubah posisi duduknya di kursi teras rumah. Berulang kali melirik jam berwarna putih susu yang melingkar indah di tangan kirinya.

“Mau kemana, Nak?” suara Ibi terdengar, membuat New menoleh kearah sumber suara.

New mengulas senyum tipis “Pergi main Bu hehehe.”

“Jangan pulang terlalu lama ya New, Ibu keluar sebentar mau beli nanas.”

New mengangguk saja, sekitar dua puluh menit menunggu, mini cooper milik Tay berhenti tepat di depan pagar rumahnya. New lantas beranjak dan berjalan masuk kedalam mobil.

Belum sempat ia mengeluarkan suaranya untuk bertanya kemana Tay dan Off selama tiga hari ini. Namun cowok putih bermata sipit itu lebih dulu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. Membuat New mau tak mau kembali bungkam.

Sepanjang perjalanan, keduanya sama sekali tak membuka suara barang menyapa saja rasanya berat. New yang sibuk dengan pikirannya, dan Off yang mati-matian menahan sesak dalam hatinya.

Keningnya mengerut tak kala mobil yang di kendari Off berhenti di parkiran rumah sakit, pikiran buruk mulai menghantuinya.

Sebelum benar-benar keluar dari mobil, suara Off terdengar, begitu parau.

“Gue mohon, jangan nangis. Tay gak suka.”

•••

Sepasang sepatu putih itu berhenti tepat di depan pintu ruangan inap, matanya menangkap sesosok yang di carinya selama tiga hari ini, dia tengah berbaring dengan mata terpejam.

Air matanya lolos membasahi pipi begitu saja, napasnya tak beraturan, New baru menyadari semuanya.

Tay yang acap kali mimisan, yang selalu duduk di pinggir lapangan ketika jam olahraga, dan sering tiduran di uks jika upacara sedang berlangsung, rambut rontok yang tak wajar, dan New tak peka akan itu semua.

Iris kelabu itu kali ini benar-benar sendu bukan main, pandangannya beralih pada Off yang tak mau melihatnya. Cowok itu menoleh kesembarang arah.

Tubuhnya merosot bersadar di dinding yang terasa begitu dingin, cowok manis itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan, bahunya bergetar hebat, terdengar isak tangis yang memilukan hati siapapun yang mendengarnya.

Jangankan untuk masuk dan menemui sang pujaan hati, barang melihat dari jauh saja hatinya tak sanggup.

“Nangis New, nangis lah sebelum ketemu sama Tay.”

•••

Senyum itu memang terukir di wajah, namun hatinya meraung, sesak di dadanya semakin terasa tak kala jarak antara ia dan Tay semakin dekat saja.

New duduk di kursi sebelah brankar. Tubuh Cowok berkulit tan itu terlihat lebih kurus, ia mengulas senyum tipis pada New.

Sumpah demi apapun, New menahan tangisnya agar tidak terdengar, menahan mati-matian air matanya agar tidak keluar. Agar Tay mengira jika semua tetap dalam keadaan baik-baik saja.

“Apakabar?” New membuka suara, terdengar begitu basa-basi karena dirinya sendiri juga tak tau harus berujar bagaimana.

Tay tak menjawab, hanya kembali menampilkan senyum tipisnya. New menghembuskan napas begitu panjang, perlahan, tangannya menggengam tangan Tay, mengecupnya begitu lama.

“Kak, aku keluar du-”

“Nangis aja New” lirihan Tay terdengar di telinganya, diberi izin begitu, isak tangis yang sedari tadi di tahan, air mata yang sedari tadi di larang untuk bergelinang pun keluar juga. Tangisnya pecah begitu saja.

•••

-Joya-