•••

Semilir angin pantai di sore hari menerpa wajah pemuda berparas cantik yang tengah duduk begitu santai di atas mobil bersama kekasih hati, tatanan poni rapi itu mulai menampakkan dahi sang empu dengan malu-malu, tatapan lurus kedepan menatap pemandangan indah yang berada di depan mata hingga tanpa sadar ujung-ujung bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman manis yang ia punya.

“Cantik.” Suara dari seseorang yang berada di sampingnya terdengar.

Thi menoleh ke sumber suara, “Senjanya? Pantainya?” Ia bertanya.

Pria berkulit tan itu menggeleng dengan pandangan tak kunjung lepas dari kekasihnya, “Kamu.” Jawab Tay yang langsung menimbulkan gelak tawa dari si manis.

“Kamu sekarang makin jago ya ngalusnya.”

“Padahal aku ngomong jujur.”

“Teta, liat ke depan. Jangan liatin aku terus.” Tangan Thi memegang kedua sisi wajah yang tua, menggerakkannya agar Tay menatap pantai dan langit sore yang begitu indah dipandang mata lama-lama.

“Kalah cantik sama kamu.”

“Udah berapa orang yang denger kamu ngomong begini?” Thi bertanya sembari terkekeh pelan, tangan kanannya meraih sebuah kelapa yang berada di samping.

“Thitipoom doang.”

Semburat merah itu hadir tanpa permisi sama sekali menghiasi kedua pipi yang muda, hingga tangan kiri pria tan itu terulur untuk mengelus salah satunya, “Merah banget hahaha.”

“Tetaa jangan begitu makanya! Aku masih belum terbiasa sama mulut manis kamu.”

“Manisan bibir kamu sih Mbul.” Yang tua kembali melempar godaan.

“Teta coba cium pipi aku, masih wangi atau udah enggak.”

Mendengar ucapan si manis membuat Tay langsung menurut tanpa berkata apa-apa, mencium dengan lembut pipi sebelah kanan milik lelaki yang paling ia cintai.

“Masih wangi.” Ia menjawab setelaahnya.

“Jujur?”

Yang tua mengangguk dua kali sebagai jawaban.

“Kalau bohong tambah tua ya?”

“Mulai Thi mulai.”

Pemilik iris kelabu itu tertawa, sedangkan manusia yang berada tepat di sampingnya hanya diam memandangi keindahan sang kekasih.

Untuk kesekian kali, untuk esok dan hari ini, Tay tak akan pernah bosan mengatakan jika Bulan-nya benar-benar indah.

Tawa yang muda lama-kelamaan mereda hingga kedua pasang netra anak manusia itu bertemu untuk beberapa waktu, saling tatap tanpa ada kata terucap, sama-sama melempar senyum manis yang mereka punya untuk pasangannya.

“Aku sayang banget sama Teta.”

Sepasang mata berkaca-kaca itu tak lepas menatap netra hitam kekasihnya, Thi juga tak tau mengapa ia bisa dengan mudahnya menangis jika menyangkut orang yang saat ini bersamanya, membuat cerita berdua.

“Aku ingin sekali bilang terima kasih banyak-banyak sama Jumpol, karena secara gak langsung semesta mempertemukan kita lewat perantara dia. Dan aku sampe sekarang gak pernah bisa membayangkan jika saat itu aku nolak ajakan Jumpol.”

“Aku bukan orang yang percaya atau yakin sama cinta pada pandangan pertama, sampai aku ketemu sama kamu, sampai debaran gila di dada aku benar-benar untuk kamu.”

“Sampai-sampai aku jadi orang bodoh yang kehilangan kata-kata untuk ngajak kamu buat ngobrol, berakhir aku malah nanya Newwiee nama kamu siapa yang bikin kamu mikir dua kali untuk mau aku dekati.”

Thi terkekeh mendengarnya.

“Thi, jatuh cinta sama kamu itu diluar kendali aku, dan mencintai kamu setiap hari itu kayak udah jadi hobi yang gak kenal namanya bosan.”

“Kayak setiap aku buka mata dan ngeliat kamu, dengan mudahnya aku udah jatuh cinta lagi sama kamu. Karena kalau boleh jujur sampe sekarang pun aku juga gak nemuin alasan kenapa aku bisa jatuh cinta sama kamu.”

“Yang jelas, saat aku bilang mau memperjuangkan kamu. Itu sungguh-sungguh.”

Pemuda berkulit seputih susu itu menyerka air mata yang tak dapat lagi ditahannya, senyum merekah indah itu terpampang nyata hanya untuk orang yang berada di sebelahnya.

“Aku gak tau jalan yang udah dibuat semesta kedepannya kayak gimana, aku gak bisa janjiin kamu apa-apa, tapi selama kamu masih mau aku perjuangkan itu udah lebih dari cukup.”

“Maaf kalau selama sama aku kamu pernah nangis dan sedih, Thi aku jatuh cinta sama kamu, lagi.”

“Tetaa diem dulu.” Yang muda berujar kembali meyerka air mata bahagianya.

“Aku tau alasan kamu cemberut selama kita di kebun binatang tadi.” Tay terkekeh pelan sembelum melanjutkan katanya, “Jujur aku sempat lupa, tapi begitu kamu nanya hari ini hari apa aku langsung buka notes di hape.”

“Selamat hari jadi untuk kita.”

Pemuda berkulit seputih susu itu tak lagi menahan-nahan air matanya, ia menangis sembari menerima pelukan yang diciptakan Tay tawan.

“Ngeselin banget, tapi gak apa-apa.” Thi berucap tak jelas.

“Ini ucapan hari jadi pertama kali untuk kita yang keluar dari mulut kamu.”

“Udah romantis belum?”

Lantas yang muda terkekeh sembari mengangguk dua kali, mengendurkan pelukan yang terjadi.

“Kata-kata manis itu kamu ngonsep dulu gak tadi malem?” Thi berujar.

“Minjem kata-katanya Arm buat Alice.”

Keduanya tertawa bersama, mengabaikan jika matahari mulai meninggalkan bumi, melupakan jika tak hanya ada mereka berdua saja di tempat ini.

“Alice nyuruh aku bawa bunga, Jumpol nyuruh aku bawa coklat, dan Arm nyuruh aku bawa sertifikat tanah kita. Tapi aku gak bawa semua itu.”

Tangan kanan pria berkulit tan itu mulai beralih pada saku parkanya, meraih sebuah kotak beludru, memamerkannya pada sang kekasih.

“Tetaa mau lamar Thi sekarang banget?”

Sebuah sentilan di bagian dahi Thi dapatkan hingga membuat ia meringis pelan, “Lulus dulu Mbul.”

Kedua bilah bibirnya maju lima senti.

“Siniin tangannya.” Ucapan yang tua dituruti sang kekasih.

“Anggap aja hadiah dari aku.” Tay berujar sembari memasangkan sebuah cincin emas putih di jari manis sebelah kiri yang muda.

“Hadiah pertama dari Teta untuk aku hahaha.”

“Aku pernah ngadoin kamu kinderjoy Mbul, jangan lupain itu.”

“Iya Om iya.”

“Suka?”

Yang muda mengangguk semangat, memandangi sebuah cincin pemberian Tay tawan yang melingkar begitu apik di jarinya.

“Makasih ya, kado dari Thi buat Teta nyusul.”

“Kamu aja dibungkus kado aku seneng.” Tay menjawab lengkap dengan kekehannya.

“Teta, terima kasih untuk hari-hari sebelumnya, untuk hari ini dan esok juga ikut serta, terima kasih udah mau berjuang bareng-bareng sampai sejauh ini, terima kasih buat kebahagiaan yang kamu berikan, aku juga jatuh cinta sama kamu lagi, lagi, dan lagi.”

“Jangan pernah bosan denger ucapan itu ya Taa.”

“Selamat ulang tahun yang ke-tiga untuk hubungan kita.”

“Berjuang terus ya kita.”

•••

-Joya-