•••
Pemuda berparas cantik lengkap dengan iris kelabu berkilau itu tampak bersenandung pelan menyusuri supermarket yang tengah ia singgahi, kedua netranya tak lepas dari berbagai macam bungkus makanan ringan yang berada di sekitarnya.
Troli yang ia dorong sudah terisi penuh namun sang empu tampaknya belum jua mau menyelesaikan kegiatan berbelanjanya, membiarkan jika waktu semakin berjalan, terlebih juga sebenarnya Thi memang berniat mengulur waktu.
Ia akan menghabiskan waktunya di sini, berkeliling sendiri, membeli apa yang ia mau, ia tak ingin di apartemen sunyi itu seorang diri.
Dering ponsel menghentikan langkahnya, tangan kanan pemuda itu meraih benda pipih yang berada di saku celana, menggeser tombol merah setelah ia melihat nama sang kekasih tertera di sana.
Thi tidak marah, ia cuma kesal.
Setelah di rasa cukup pun jua dengan ia yang mulai mengantuk, pemuda manis itu memutuskan untuk melangkah menuju kasir untuk membayar semua belanjaannya.
Thi hanya diam menyaksikan deretan angka yang terlihat jelas di depannya, hingga sebuah suara dari pegawai supermarket membuyarkan lamunan si manis.
Dengan seulas senyum tipis ia mengangguk dua kali sembari meraih dompet yang berada di saku celana sebelah kiri, sebuah kartu kredit sudah ia pegang namun pergerakannya kalah cepat dengan seseorang yang berada tepat di belakangnya.
“Pake ini aja, mba.” Suara itu sama sekali tak asing, lantas saja pemilik iris kelabu itu menoleh kebelakang.
Thi benar-benar terdiam.
Kedua irisnya tak lepas dari pria yang tengah melempar sebuah senyuman paling manis yang ia punya, “Halo, sayang.”
•••
Duduk dengan mulut terkunci rapat, keterkejutannya akan kehadiran orang yang selalu jadi alasan untuk ia terus berjuang itu masih tersisa walau tak banyak, sepasang netra itu tak kunjung lepas memandangi wajah manusia yang tengah duduk di sampingnya, mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Pria berkulit tan itu menoleh ke kiri, lantas terkekeh pelan.
Perlahan, tangan kirinya mulai terulur untuk mengelus rambut sang kekasih beberapa kali, “Kok diam terus sih Mbul?”
“Ini beneran Teta?”
“Bukan.” Yang tua menjawab.
“Terus siapa?”
“Pacar Thi.” Lagi-lagi kekehan pria tan itu terdengar.
Pemuda bernama lengkap New thitipoom techaapaikhun kembali diam bermenit-menit lamanya, hingga yang tua menepikan kendaraannya.
“Kenapa Mbul?”
“Jahat banget sih! Ngerjain pacarnya segala, jelek tau gak!”
Si manis meledak, tangan kanannya mencari perut sang kekasih dan langsung saja ia cubit, ringisan dari Tay terdengar namun pria itu sama sekali tak melawan, ia menerimanya dengan senang hati.
Tipikal orang jatuh cinta.
“Sakit?”
“Sakit lah.” Jujur yang lebih tua.
“Rasain Thi cubit kecil, abisnya kamu ngeselin banget Teta!”
Tak lagi ingin menyia-nyiakan waktu yang ada pemililik iris hitam pekat itu menarik kekasihnya untuk masuk kedalam sebuah pelukan yang ia ciptakan, pelukan yang akan selalu ia berikan untuk lelakinya, Thitipoom-nya.
Keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, kesepuluh jemari Tay tak henti-hentinya bergerak begitu lembut mengelus punggung setra rambut yang muda, ia mencurahkan semua kerinduan yang ia rasakan, tanpa kata, tanpa suara.
Thi melonggarkan pelukan yang terjadi, ia menengadah mengamati wajah tampan sang kekasih dari bawah, hingga setelahnya entah mendapat keberanian dari mana pemuda itu mengalungkan kedua tangannya di leher Tay tawan, mempertemukan bibir miliknya dan pasangannya.
Paggutan itu sukses membuat debaran jantung keduanya mengila, sama-sama mengikis habis jarak yang tersisa di tengah-tengah mereka, membiarkan ribuan kupu-kupu menggelitik perut.
Karena yang namanya rindu memang membutuhkan titik temu.
Deru napas bersahut-sahutan masih terdengar, dua pasang kelopak itu terbuka memamerkan netra berbeda yang mereka punya, Tay mempertemukan ujung hidung mancungnya dengan milik yang muda, ia gerakkan ke kanan dan ke kiri secara bergantian. Keduanya saling melempar senyum.
Rasa kesal itu sudah hilang entah kemana.
“Aku kangen sama kamu.” Thi bersuara namun tak kunjung mendapat balasan.
“Aku kangen sama kamu, Tetaa.” Ia mengulang dan tak jua diberikan jawaban.
“Teta, Thi kangen sama kamu.”
“Kamu tau aku Mbul.”
Lekas-lekas yang muda menjauhkan wajahnya, ekspresi sengaja dibuat cemberut terlihat begitu menggemaskan di mata pria berkulit tan itu.
Kedua tangan yang tua terulur untuk menangkup kedua sisi wajah si manis, “Cantik banget, pacar siapa?”
“I miss you.” Thi masih belum menyerah juga ternyata.
“TETAA I MISS YOU.”
Gelak tawa yang tua terdengar.
“Aku kangen sekali sama kamu, Thitipoom.” Ia berbisik.
Si manis terdiam dengan semu kemerah-merahan yang mulai hadir menghiasi kedua pipinya, hingga sebuah suara membuat Thi menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan.
“Merah banget Mbul.”
“Jangan liatin aku!”
“Yang menarik perhatian cuma kamu, gimana dong?”
Pemuda berkulit seputih susu itu menoleh kearah jendela mobil, tak mau melihat Tay yang akan semakin gencar menggodanya jika sedang begini, tangan kanannya mendorong lelaki itu agar berhenti mendekatinya, “Sana ah, jalanin aja mobilnya cepet.” Thi bersuara.
“Kalau ngomong sama pacarnya, dilihat dong muka pacarnya.”
“Gak mau kamu jelek.”
“Kamu cantik.”
“Udah dong Tetaa.” Yang muda merengek sembari mendorong tubuh besar itu menjauh darinya.
“Udah apa Mbul?”
“Udahan bikin aku salting.”
•••
-Joya-