[Mau?]
•••
Kelima jemari lentik milik pemuda berumur dua puluh empat tahun itu menyingkirkan poninya yang menusuk mata, setelah mencuci bersih apel yang sudah ia potong-potong barulah dirinya berjalan menaiki anak tangga rumahnya, menutup pintu kamar dengan gerakan pelan.
Netranya bertemu dengan iris hitam pekat yang tengah mengurus proyektor, Tay melempar seulas senyum tipis setelahnya.
“Mau nonton apa ya kita?” Tay bertanya.
Pemuda berkulit seputih susu itu lantas mendaratkan bokongnya di atas ranjang, tepat di sebelah Tay tawan, ikut menaruh fokusnya pada laptop yang berada di pangkuan temannya, “Ini aja.” New berujar.
Tay menoleh ke kiri, menatap yang lebih muda dengan begitu dalam setelah mengetahui film apa yang menjadi pilihan New.
Teman tapi menikah.
Tay menurut, setelah menyambungkan laptop dan proyektor milik New, keduanya langsung mencari tempat senyaman mungkin, pun dengan lampu yang sudah di padamkan, New kembali menyuapkan sepotong apel kedalam mulutnya, lalu menyuapkannya untuk Tay tawan juga.
Keduanya sama-sama diam, namun mulut si manis tak berhenti mengunyah, banyak sekali jenis camilan yang di bawa Tay untuk temannya ini, hingga ia bingung mau memakan yang mana terlebih dahulu.
“Dito tahan banget ya mendam perasaan begitu lama sama Ayu.” yang lebih muda ambil suara di tengah-tengah film berlangsung.
Tay hanya diam, namun ia langsung mengambil segelas air yang berada di nakas, menenggaknya dengan begitu terburu-buru, ucapan yang di lontarkan New barusan terdengan begitu polos, pria yang berada di sampingnya masih begitu santai menyaksikan film yang tengah di putar, sedangkan Tay tawan malah sudah kelimpungan sendiri di buatnya.
Film berdurasi satu jam dua puluh empat menit itu akhirnya selesai di saksikan kedua anak adam yang tengah berbaring santai, New menepuk kedua tangannya, sontak lampu kamar si manis langsung menyala. Jemari milik Tay dengan begitu lembut mengelus rambut temannya, dengan kepala si manis yang bersandar begitu nyaman di dada bidang yang lebih tua sepanjang film berlangsung.
“Ternyata ada ya, teman tapi menikah, di angkat dari kisah nyata pula.” ujar pria berkulit putih bersih itu, ia kembali menyuapkan Tay sepotong apel terakhir yang berada di mangkok, yang lebih tua dengan senang hati menerima suapannya.
“Ya ada, semesta kan gak bisa di duga. Mungkin di luaran sana ada beribu pasangan yang awalnya hanya sebatas teman.” Tay menjawab.
“Berarti ada beribu Dito dong di dunia ini, maksud aku, yang suka sama temannya dari lama cuma gak berani bilang.”
Tay mengangguk membenarkan, “Banyak.”
“Tawan.”
“Hmm?” dehaman dari pria berkulit tan itu terdengar, dengan jemari yang masih setia memainkan rambut halus yang lebih muda.
“Apa kamu salah satu dari sekian banyak orang yang punya rasa sama teman mu sendiri?”
New mengubah posisinya menjadi duduk tegak, menatap pria berkulit tan yang berada di depannya dengan tatapan penuh tanya, namun yang lebih tua belum jua membuka suara, menjawab pertanyaannya barusan, Tay benar-benar bungkam.
“Apa kamu juga sama seperti Dito yang suka sama Ayu?”
“Tay taw-”
“Iya, aku suka sama kamu.” Tay dengan cepat memotong ucapan New.
Pemilik iris kelabu berkilau itu mematung di tempat, ia diam dengan tatapan yang masih tertuju pada manusia yang berada di depannya, hingga suara Tay kembali terdengar bersamaan dengan tangan kanannya yang terulur untuk menggenggam tangan New.
Yang lebih tua menghela napas begitu panjang, “Udah saatnya kali ya aku jujur sama kamu, aku suka sama kamu, cinta sama kamu, sayang sama kamu, dan itu lebih dari sebatas teman.”
“Tapi kita cuma teman, kenapa kamu berharap lebih akan hal itu?” New masih sempat-sempatnya bertanya.
“Kenapa aku gak boleh berharap lebih atas perlakuan kamu yang terlampau perduli, perhatian, penuh kasih sayang sama aku.”
“Jatuh cinta sama kamu itu memang bukan rencana ku, tapi buat berhenti sayang sama kamu, itu di luar kendali aku. Aku gak bisa, semakin aku diam, aku malah semakin sayang, semakin mau kamu.”
“New, aku tau kamu juga ngerasa kita beberapa hari ini udah beda, setelah ciuman kemarin malam, kita makin beda lagi. Kamu cuma ragu dengan perasaan mu terhadap aku. Jadi supaya gak ragu-ragu lagi, gimana coba dulu jadi pacar ku?”
Di tengah keraguannya, pun dengan di kebungkaman mulutnya, malam itu, tepat di pukul menginjak angka sebelas, yang lebih muda menarik pria yang berada di depannya, mengalungkan tangannya pada leher Tay dengan begitu mesra, menyatukan kedua bibir mereka, saling menyesap dengan begitu seirama, di sela cumbuan berlangsung pun dengan beribu kupu-kupu menggelitik perut, si manis tersadar akan suatu hal, kalau mereka serasi, dan malam ini ia ingin berbagi tentang apa-apa yang dirinya rasakan, pada Tawan-nya.
Iya, Tawan-nya.
•••
-Joya-