[Nice day]

•••

Baru saja New melihat notifikasi jika Tay sudah berada di depan teras rumahnya. Baru saja ia ingin berjalan menuruni anak tangga dan menemui orang yang satu harian ini ia hindari, ternyata seorang Tay tawan sudah berada di depannya.

New diam, menatap cowok berkulit tan itu dengan senyum kikuknya, sedangkan yang lebih tua tampak begitu santai dan tenang.

“Boleh aku tutup pintunya?” suara Tay terdengar, membuat New langsung mengangguk pelan.

Setelah pintu tertutup dan terkunci rapat, Tay memutuskan untuk melangkah mendekati si manis yang sedari tadi diam di samping kasurnya.

Kamar New sangat bersih, banyak sekali kumpulan novel yang berjajar rapi di rak sudut kamar, tumpukan kertas warna-warni lengkap dengan tulisan tangannya, menciptakan rangkaian kata-kata indah jika di baca dan tentu saja wangi seorang Newwiee mendominasi ruangan ini.

“Hai.” sapaan canggung itu keluar dari mulut New.

“Lo suka nulis quotes?” ucap Tay menoleh kearah New.

Yang lebih muda mengangguk dengan cengirannya, dia malu. “Iseng doang.” jawabnya.

“Akan ada orang yang membuat mu menatap dunia dengan cara yang berbeda.” Tay mengambil salah satu kertas berwarna itu lalu membacanya.

Iris hitamnya perlahan menatap New, lalu memberi senyum simpul “Udah ketemu orangnya?” Tay bertanya.

New diam, namun entah mengapa wajahnya terasa memanas.

Kekehan dari Tay terdengar, cowok itu berjalan mendekati New dengan tangan kanannya yang terulur untuk mengelus pelan pipi kanan yang lebih muda “Merah kayak tomat.”

New menepisnya, kelihatan sekali ia malu karena tertangkap basah, sedang tersipu “Apaan sih.”

“Boleh ngomong sekarang?” Tay lagi-lagi bertanya, memastikan New sebenarnya.

Si manis mengangguk, lalu duduk di atas karpet bulu, menepuk-nepuk pelan bagian sampingnya, bermaksud menyuruh Tay untuk duduk disana.

Tay menurut, duduk di samping New, masih dengan menggengam kertas berwanrna merah muda yang ia ambil dari meja belajar New tadi.

“Gue ceritain dari awal, ya?”

Setelah mendapat anggukan setuju dari New, barulah Tay mulai bersuara kembali. Meluruskan segala hal yang membuat mereka berdua saling hilang beberapa waktu lalu.

“Kita ketemu bukan beberapa waktu yang lalu, gue udah tau lo sejak pertama kali seorang Newwiee menginjakkan kakinya di sekolah.”

“Newwiee dengan senyum manis, Newwiee dengan pipi gembulnya, Newwiee dengan mata sipit kayak bulan sabitnya, dan Newwiee dengan topi kerucut berwarna pink.”

“Iris kelabunya bikin gue benar-benar jatuh sama pesona seorang Newwiee. Gue suka saat dia tersenyum, ngobrol sama teman-temannya, tawanya, cemberutnya, pun dengan mulutnya yang menggembung ketika ia mengunyah makanannya.”

“Kenapa hal yang sebenarnya biasa aja, bisa jadi beda kalau dia yang ngelakuin? Gue suka semua tentang lo, semuanya.”

“Gue juga heran, kenapa ngeliat lo di kantin bisa jadi hal yang paling gue nantikan, tapi gue cupu, gak berani deketin lo,” Tay menggantungkan ucapannya, ia menghela napas sejenak “Terlebih saat gue tau lo suka sama Off.”

“Kamu gak tau kan segila apa aku galaunya saat aku tau kamu ngasih dia bekal untuk pertama kali, dan yang makan bekal itu aku.”

“Kadang juga aku mikir, aku tuh seneng makan makanan dari kamu, tapi dengan cara yang salah.”

“Kadang juga aku suka nanya ke diri sendiri, kurangnya aku tuh apa sampe kamu gak pernah sedikit pun mau ngelirik aku?”

“Cuma aku sadar, orang punya seleranya masing-masing.”

“Tapi, aku gak bohong, kalau aku sayang sama kamu Newwiee.”

New diam, jatungnya berdebar tak karuan mendengar semua penjelasan dari Tay tawan, selama itukah Tay memerhatikannya?

“Jangan salah nangkap ya, aku gak mau kamu terpaksa untuk balas perasaan aku. Gak usah, aku cuma mau ungkapin apa yang aku rasain, pure cuma itu.”

“Tay, aku boleh ngomong?” New bertanya.

Tay mengangguk patah-patah, sedikit takut dengan ucapan yang akan New berikan nantinya.

Tay menghela napas panjang “Aku udah siap patah hati, kamu boleh ngomong.” ucapnya.

“Sebelumnya, seperti yang udah aku bilang. Belum pernah ada yang berani menyatakan perasaan secara langsung ke aku, belum pernah ada orang yang segininya merhatiin aku.”

“Aku ngerasa, kayak apa ya, gak percaya? Gak percaya, ternyata ada lho orang yang sayang sama aku terlepas dari keluarga ku. Ternyata ada lho orang yang ingat semua hal tentang aku, bahkan aku sendiri aja udah lupa dengan topi kerucut itu.”

“Makasih ya, udah sayang.”

“Selama ngejauh dari kamu, jujur aku rindu. Kayak semua hal yang udah kita lakuin itu bikin aku benar-benar mau kamu.”

“Dan kemarin malam, aku marah, marah karena tau kamu jalan sama Mild, itu namanya cemburu kan, Tay?”

“Aku gak suka perhatian kamu teralih dari aku, aku gak suka ada yang dekatin kamu, tapi aku nyangkal perasaan itu.”

“Aku keukeh bilang ke diriku sendiri kalo aku gak suka sama kamu, padahal aku tau aku bohong.”

“Tay, aku gak mau kamu patah hati dan aku gak mau kamu pindah kelain hati.”

Setelah menyelesaikan kata-katanya, New benar-benar lega luar biasa, senyum manisnya terukir sempurna.

“Newwiee, kamu butuh pulang, lalu kusiapkan kamu rumah. Hanya ada dua pilihan, mau pulang sendiri atau ku jemput?”

New terkekeh mendengar penuturan Tay barusan, lalu kedua alisnya naik turun, sengaja membuat Tay lebih lama menunggu jawabannya.

“Awalnya mau minta di jemput, tapi kayaknya aku udah pulang sendiri deh kerumah ku.” New menjawab.

“Tay, jadi pacarku, ya?”

Tay membelalak “Lho kok aku yang di tembak?”

“Kenapa emangnya? Tinggal jawab mau atau enggak? Kalau jawabannya enggak, pintu keluar ada di belakang kamu.”

“Kalau jawabannya mau?”

“Tetap disini.”

“Aku mau disini, sekarang, kita sepasang kekasih?”

“Kok terselip tanda tanya di perkataan kamu barusan?”

“Memastikan.”

New tersenyum lagi, kali ini lebih indah, entah mendapat keberanian dari mana, yang lebih muda memangkas habis jarak keduanya, mempertemukan kedua bibir itu dengan pasangannya, saling menyesap dan melumat dengan kondisi jantung yang sedikit lagi mau copot dari tempatnya.

Bibir ranum nan manis milik New sekarang benar-benar menjadi candu seorang Tay tawan, remasan di bagian tengkuk menandakan jika yang lebih muda hampir kehabisan napas, membuat Tay rela tak rela pun melepas pangutan keduanya.

“Kita pacaran.”

“Karena udah ciuman?”

Setelah percakapan tak jelas yang terjadi, keduanya sama-sama terkekeh pelan.

•••

-Joya-