[Olphie]
•••
Sepasang sepatu itu terlihat menginjakkan tempat parkir di sebuah coffe shop yang ia dirikan dengan kerja kerasnya sendiri, pemuda dengan kemeja longgar berwarna biru muda itu mengulas senyum begitu manis sembari menutup pintu mini cooper milik sang kekasih.
“Hati-hati, lihat kanan-kiri, jangan ngebut Tay tawan.”
Yang lebih tua mengangguk dua kali, sembari menurunkan kaca agar bisa menatap pria manis pemilik hatinya, netra mereka bersitatap, “Cantik banget sih.” ujar pria berkulit dengan dengan pakaian yang kali ini serba hitam itu.
New tersenyum, “Kamu juga ganteng, udah sana berangkat kerjanya tapi mau punya rumah.”
“Beli tanah dulu, aku beneran lagi nyari tanah hahaha.”
“Aku pergi, Sayang.” lanjutnya.
•••
Terhitung dua jam lebih pria berumur dua puluh empat tahun itu berkutat dengan laptop yang berada di depannya, menyesap kopi buatannya, mengamati jalanan kota, dan hal-hal yang sering ia lakukan ketika sedang menulis sebuah cerita.
“Mas Newwiee.” ucapan itu membuat perhatian pemilik iris kelabu itu teralih dari laptopnya, ia menoleh ke kanan lantas saja senyum manisnya langsung terukir dengan begitu indah di wajahnya.
“Olphie, ketemu lagi kita.” New membalas.
“Saya boleh duduk disini Mas?'
“Boleh-boleh, silahkan.”
Gadis berparas ayu dengan rambut di biarkan tergerai itu mendaratkan bokongnya di kursi tepat di depan New. Senyum gadis itu masih ada, “Dari tadi, Mas?”
“Iya, lagi nyelesai-in kerjaan nih, kalau kamu?”
“Saya tuh rencananya mau ketemuan sama tunangan saya, cuma dia gak bisa datang katanya ada kerjaan mendadak. Salah saya juga sih karena langsung ngajak ketemuan tanpa di obrolin dulu sebelumnya.” Olphie berucap.
New mengangguk-anggukkan kepalanya sembari menutup laptopnya, memerhatikan gadis yang tengah asik menyeruput matcha latte miliknya.
“Saya baru tau deh disini ada cafe yang bikin betah banget hahaha.”
Pemilik iris kelabu itu hanya mengulum senyum simpul, “Habis ini kamu rencananya mau ngapain?” New bertanya.
“Pulang sih Mas, lagian juga saya mau kemana lagi? karena niat awal kan maunya ketemuan sama orang yang saya anggap istimewa. Tapi ya gitu, dianya belum sayang sama saya.”
“Maaf, kata kamu belum sayang?, tapi kok bisa udah di tahap tunangan?”
Gadis mungil itu hanya tersenyum tipis, kembali meminum minumannya. “Menurut saya, cinta itu bakalan tumbuh seiri berjalannya waktu. Jadi mau seberapa lama pun, saya bisa nunggu, saya bisa nunggu sampai kata aku cinta kamu keluar dari mulutnya.”
“Olphie, ini menurut saya pribadi yang isi kepalanya susah sekali di jabarkan, boleh saya menanggapi ucapan kamu barusan?”
“Boleh banget Mas, saya tuh memang lagi pengen cerita tapi gak punya temennya.”
“Perkara menunggu dia bilang cinta sama kamu itu gak salah, sama sekali gak salah menurut saya. Tapi ada baiknya kamu tau dulu, orang yang lagi kamu tunggu itu benar-bener tertuju sama kamu apa enggak.”
“Menurut Mas sendiri lebih baik dicintai atau mencintai?”
“Dua-duanya, harus sama rata. Kalau di kepala saya, dua orang yang memutuskan untuk punya hubungan adalah mereka yang punya rasa sayang yang seimbang. Yang berat sebelah itu endingnya gak bakal bagus.”
“Jadi maksudnya Mas itu punya porsi yang sama tentang mencintai dan dicintai?”
“Benar, saya jadi penasaran siapa sih orang beruntung yang sedang kamu tunggu itu?”
•••
-Joya-