[Pancarona]

•••

Sepasang iris kelabu itu menyaksikan tenggelamnya matahari yang mulai meninggalkan bumi, senja itu memang enak di pandang mata, kehadirannya pun tak lama. Namun senja lebih jelas kapan ia pergi dan kembali.

Matahari meninggalkan jingganya, dan disini ada seorang anak manusia yang tengah merasa sepi namun ia juga ingin sendiri.

Perlahan senyum manisnya terukir indah di wajahnya, iris kelabu itu terlihat begitu sendu, seperti orang yang tengah merindukan sesuatu.

Deburan ombak terdengar di telinganya, bak seorang penari ternama, kali ini ia bergerak dengan begitu teratur.

New menoleh ke kanan tak kala seseorang duduk di sampingnya, sontak membuat cowok berkulit putih bersih itu bergerak memberikan jarak. Lalu kembali menikmati matahari yang mulai terbenam.

“Pulang yuk”

New hanya diam, padahal ia begitu merindukan sang pemilik suara. Merindukan segala tentang Tay tawan.

“Aku boleh jelasin?”

Suara milik kekasihnya kembali terdengar di telinga. Namun ia masih diam, seperti tak menganggap ada orang di sampingnya padahal New setengah mati menahan ucapan untuk mengutarakan jika ia rindu manusia itu.

“Newwiee”

“Gak usah Tay tawan, gak ada yang perlu kamu jelasin ke aku”

New bersuara, namun pandangannya tetap lurus kedepan. Ia pembohong yang buruk, nyatanya New lebih tertarik untuk menatap wajah kekasihnya, namun di tahan saja.

“Ada, semuanya. Aku gak mau ada lagi kesalahpahaman di antara kita”

“Yang buat salah paham itu ada kan kamu”

“Iya New, aku jelasin satu-satu ya”

“Aku bilang gak usah, Tawan”

“Aku mohon banget sama kamu, Aku gak mau kita begini”

New menoleh, menatap iris hitam legam itu dengan sendu “Nyatanya, kita begini itu karna kamu. Karena ketidak terbukaannya kamu sama aku”

“Aku tau kok Tay status pacaran itu bukan sesuatu hal yang membuat aku harus tau semuanya tentang kamu. Tapi kalau kamu aja gak mau terbuka sama aku, buat apa status itu ada?”

“Sebenarnya, aku ini siapa di hidupmu?”

Akhirnya, pertanyaan itu keluar juga dari mulut si manis, tangisnya terdengar begitu matahari kali ini benar-benar meninggalkan bumi, tergantikan dengan bulan dan bintang yang ikut menjadi saksi berdebatan dua anak manusia ini.

“Aku gak punya pembelaan apa-apa untuk diriku. Karena aku tau aku salah sama kamu”

“Aku juga gak punya jawaban atas pertanyaan kamu barusan karena kamu terlalu rumit untuk di deskripsikan”

“Aku mau bilang kamu segalanya, namun itu terdengar terlalu berlebihan. Jadi bolehin aku gak jawab pertanyaan kamu yang itu ya”

“Soal aku yang gak terbuka sama kamu, aku juga minta maaf. Maaf karena kamu nangkep prilaku buruk ku begitu, aku sama sekali gak mau menyembunyikan apa-apa ke kamu”

“Tapi nyatanya begitu” New menjawab dengan begitu lugas.

“New, aku mau kamu jadi tempat aku mengadu. Aku mau kamu jadi tempat aku buat bertukar cerita bersama”

“Soal masalah” Tay diam sebentar, menatap kedua mata sang kekasih yang sudah berkaca-kaca.

“Masalah aku bakalan kuliah, aku tanya sama Newwiee. Kamu maunya kita gimana?”

New diam karena Tay bertanya begini, dia dihapkan dengan dua pilihan yang begitu sulit, kepalanya mau pecah. New tau betul arah ucapan Tay tawan yang ini.

Ia meminta kepastian di balik keraguaan keduanya tentang hubungan mereka.

New menunduk, menyerka air matanya dengan cepat. Tak ingin menangis di depan sang kekasih, namun itu rasanya berat sekali.

“Aku pergi masih lama New”

“Tapi lama-lama kamu juga bakal pergi, Tawan”

“Jadi?”

“Sebenarnya, tiga hari aku pikirin buat ini. Jarak diantara kita nanti bakalan gila-gilaan jauhnya, aku gak tau kedepannya kita bakalan gimana Tay”

“Tapi, boleh gak aku minta sesuatu”

“Apa itu?”

Tay masih menunggu ucapan New yang tak kunjung terdengar, ia begitu takut dengan pikiran-pikiran buruk yang mengantui dirinya. Bagaimana jika si manis meminta untuk mengakhiri hubungan mereka?

“Usahain buat tetap bersama, namun jangan sampai menentang jalannya semesta”

“Newwiee aku hampir nyebur ke laut kalo kamu minta udahan tadi”

•••

-Joya-