[Prepossess]
•••
“Gila selesai juga, mau mampus gua.” suara pria berdarah Tionghoa itu terdengar. Lantas merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang berada di sudut studio, perlahan kedua matanya terpejam sempurna.
“Mau kemana nyed, buru-buru amat.” Dia kembali bersuara, namun kelopak itu belum juga terbuka.
Lawan bicaranya yang sedari tadi bungkam pun menoleh sembari memakai parka cokelat tua menutupi kaos hitam yang ia kenakan. Pria berumur dua puluh lima tahun itu hanya memerhatikan teman sejawatnya dalam diam.
“Tawan, mau kemana?” ujar Off, lagi.
“Pulang”
•••
Jam yang melingkar di tangan kanannya sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga menit, hembusan napas pemuda itu terdengar sesekali membenarkan ransel yang berada di punggungnya.
Sepasang kaki jenjang di balut jeans hitam itu melangkah santai, dengan kedua netranya menyapu kesegala arah hal-hal menarik untuk di pandang mata, orang-orang berlalu lalang untuk pulang kerumahnya masing-masing, pedagang kaki lima yang mulai membuka lapaknya, pengamen yang tengah bernyanyi di pinggir mobil ketik lampu merah menyala, dia melihat semuanya, segala bentuk hiruk pikuk di kota besar.
Boots hitam pekat yang di kenakan pria itu berhenti di sebuah warung nasi padang. Seulas senyum ia tampilkan pada pria paruh baya dengan kopiah yang melekat di kepalanya.
“Uda, nasi bungkusnya dua.”
•••
Suara dentingan pintu kaca itu berbunyi tak kakinya mulai melangkah masuk kedalam coffe shop yang setahun belakangan ini sering sekali ia kunjungi.
Senyum itu mengembang sempurna ketika matanya menangkap hal yang paling menarik untuk di lihat, lantas saja ia berjalan mendekat, mendaratkan bokongnya di kursi kosong, meletakkan sebungkus plastik berisikan nasi padang yang ia beli sebelumnya.
“Capek banget ya, sampe apartemen mandi air hangat, nanti aku pijit.” suara itu terdengar, suara yang sedari tadi di nanti, iris kelabu berkilau itu menatapnya dengan perasaan penuh cinta, ibu jari pemuda yang berada di depannya itu pun tengah mengelus pipinya.
“Gimana hasilnya Tawan?” ia kembali berkata.
Pria bernama lengkap Tawan vihokratana itu tersenyum tipis, memegang tangan kekasihnya yang sedari tadi terus mengelus pipinya begitu pelan, “Alhamdulillah, sesuai harapan.”
“Newwiee, gimana hari ini?” yang lebih tua bertanya setelah menjawab pertanyaan dari pemuda berkulit putih bersih dengan senyum manis dan tahi lalat mungil di hidungnya.
Helaan napas terdengar dari yang lebih muda “Cafe sepi hari ini.” dia menjawab, lesu.
“Gak apa-apa, berarti rezeki hari ini memang segitu baiknya” yang lebih tua ambil suara.
Newwiee mengangguk mengerti sembari mengulas senyum simpul pada sang kekasih, kedua saling tatap, sejenak melupakan kepenatan yang terjadi hari ini hanya lewat tatapan mata dan kedua mulut yang sengaja di kunci rapat-rapat.
“Aku bawa nasi bungkus, tau kamu gak masak, hari ini sibuk kan.” Tawan berkata sembari membuka dua bungkus nasi padang yang ia beli sebelum kesini, meletakkannya di atas meja mereka berdua lalu makan bersama sembari bercerita berdua saja.
“Liat sebungkus nasi ini aku jadi ingat semasa kuliah, dulu kalau mau beli nasi padang tunggu gajian, alias sebulan sekali hahaha.” Newwiee berucap.
“Sekarang kamu bisa makan kapan aja, kan.” Tawan menambahi.
Newwiee kembali terkekeh lengkap dengan anggukan kepalanya, “Alhamdulillah banget, dulu jangankan beli nasi padang, buat beli beras aja aku harus ngutang dulu sama Mbok Minah.”
“Terimakasih, Sing.” Newwiee berucap ramah pada karyawannya ketika dua gelas air putih hangat sudah berada di depannya.
“Nanti, habis makan aku mau dong dengerin kisah kamu.”
“Gak boleh kisah aku aja, kamu juga dong.”
•••
Tawa bahagia yang tercipta antara dua anak adam yang tengah berbincang di dalam mobil milik Newwiee sembari melihat orang berlalu-lalang dengan lagu I start of something right yang tengah mengalun dengan indahnya.
“Kamu tuh suka banget ya ngobrol di dalam mobil begini aku perhatiin.” Newwiee berucap.
Yang lebih tua mengangguk membenarkan “Enak aja gak tau kenapa, suka gak perlu alasan kan?” ucapnya sembari menoleh kekiri, menatap sang kekasih yang tengah tersenyum tipis.
“Klasik Tawan vihokratana.”
“Newwiee, dulu aku pernah di suruh nyetrika sama Mama tapi karena kurang ilmu, bajunya malah jadi bolong.”
Tawa Newwiee kembali terdengar, Tawan memang aneh, namun yang lebih anehnya lagi Newwiee bisa jatuh pada pesona pria yang ada di sampingnya.
“Ngomongin soal nyetrika, aku dulu nyetrikanya pake setrikaan arang, berat banget Tay, kadang kalo baju yang mau di setrika terlampau banyak tangan aku sampe merah.”
“Kok banyak? Kan kamu tinggal berdua sama Ibu?” Tawan bertanya dengan sebelah alis terangkat.
“Ah aku belum pernah cerita ya ke kamu, dulu kerjaan sampingan Ibu itu nyuciin baju tetangga, nah aku kadang bantuin nyetrika, aku gak tega Ibu ngerjain segala sesuatu seorang diri.”
Tawan tampak tertarik dengan masa lalu kekasihnya, lantas memutar sedikit tubuhnya agar lebih leluasa memerhatikan si manis, “Lanjut dong, aku mau tau semuanya tentang kamu.”
“Gak ada yang menarik tentang aku.”
Yang lebih tua menggeleng, perlahan ibu jarinya mengelus pipi sang kekasih “Menarik enggaknya, tergantung dengan siapa kamu berbagi cerita, dan aku begitu tertarik untuk mendengarkannya.”
Helaan napas terdengar “Mau dari mana dulu?” ia bertanya pada pemuda berkulit tan itu.
“Terserah kamu mau berbagi yang mana.”
“Kamu jadi bawel banget ya akhir-akhir ini.”
Kekehan dari pria berkulit tan itu membuat si manis menggeleng pelan. Lalu yang lebih tua berkata “Ke kamu aja aku begini.”
“Aku pernah kerja di laundry pakaian pas kuliah dulu, kerja paruh waktu, terus kalau pelanggan lagi banyak-banyaknya aku suka nangis pas pulang di kost-an karena capek, tangan ku juga pernah sampai luka-luka, kapalan, dan kasar bukan main”
“Kadang suka iri sama teman-teman yang kalau pulang kuliah bisa santai-santai, jalan-jalan, nongkrong, lah sedangkan aku harus kerja. Terus mikir malam ini uang di saku cukupnya buat beli apa.”
“Ada lagi, dulu aku kepengen banget ganti hape android, sampai aku tabungin gajiku buat itu, tapi ya namanya juga semesta suka bercanda sama manusia, di malam aku mau beli hapenya malah dapat kabar Ibu sakit di kampung.”
“Aku suka kesel ngeliat orang yang buang-buang makannya, dia belum ngerasain kali ya nahan lapar sampe lemes banget.”
“Tawan, kok matanya berkaca-kaca?” Newwiee dibuat panik seketika.
Yang lebih tua menggeleng dengan senyumannya “Aku bangga banget sama kamu.”
“Cerita kamu barusan itu kayak nampar aku banget, dulu aku sering marah ke Mbak kalau masakannya kurang berkenan di lidah, suka beli hal-hal gak jelas, boros. Beda banget sama kamu.”
“Nasib manusia itu beda-beda Tawan, aku mau boros juga gimana orang duit gak punya.” kekehan Newwiee terdengar, lucu juga kalau masa lalunya di ingat.
“Kamu tuh dewasa banget tau, padahal kamu lebih muda dua tahun dari aku.”
“Menurutku, umur itu cuma angka yang tua belum tentu dewasa. Kebanyakan manusia itu dewasanya karena di paksa oleh keadaan, iya gak sih?”
“Mungkin benar.”
“Cita-cita kamu pengen jadi apasih Newwiee?” Tawan bertanya dengan pandangannya yang tak lepas dari iris kelabu menenangkan milik kekasihnya.
“Jangan ketawa ya.” si manis berucap, lantas membuat yang lebih tua mengangguk-mengiyakan.
“Pengen jadi pilot hahaha. Kalau kamu?”
“Gak tau, gak pernah punya cita-cita, hidup ku tuh kayak datar aja sebelum ketemu kamu.”
“Gombal banget tua bangka ini.” ceplos Newwiee dengan kekehannya.
“Beneran sayang, percaya gak percaya ketemu kamu bisa bikin aku mikirin masa depan mau gimana, bukan cuma ngandelin uang orang tua.”
“Dulu boro-boro mau kerja, habis kuliah rencananya aku malah mau tiduran aja dirumah selamanya.” Tawan melajutkan ucapannya.
“Untung itu gak beneran kejadian.” Newwiee berucap.
Tawan mengangguk setuju, bagaimana jadinya jika ide gila yang pernah berada dalam kepalanya itu terlaksana?
“Makasih ya Newwiee, makasih udah kuat, makasih udah berjuang, sekarang kamu adalah Newwiee dengan versi paling baik.”
“Tawan, kamu sadar gak kalau kamu juga udah keren banget?”
“Gak sekeren kamu yang bisa sukses dari nol, aku mah cuma ngelanjutin perusaaan Papa, fotografer karena hobi aja.”
Alis yang lebih muda membentuk beberapa gelombang, tak suka mendengar ucapan Tawan yang selalu saja tak percaya pada kemampuan dirinya, “Kamu hebat, tergantung siapa yang melihat, mudahnya, ini semua perkara siapa.”
“Kalau menurut kamu, emang aku bagaimana?”
“Gak punya kata-kata buat deskripsiin gimana hebatnya kamu, aku bangga sama kamu, kamu itu berharga, Tawan.”
Pemuda berkulit dengan itu terlihat menarik senyum lebarnya, mengacak pelan rambut halus kekasih manisnya hingga ia menggerutu “Tawan ih rambut aku berantakan jadinya.”
Tawa yang lebih tua kembali terdengar, menarik si manis kedalam pelukan hangat, mengecup berulang kali pucuk kepala Newwiee-nya.
“Sekarang anak Ibu ini udah sukses, sekarang kalau mau apa-apa tinggal tunjuk aja, ya.” Tawan berucap sembari memainkan pipi gembul kekasihnya.
“Alhamdulillah, bagian paling bikin aku seneng kalau Ibu minta apa aja, Insya Allah aku udah bisa bilang iya hahaha.”
“Hebat banget sih pacar Tawan ini.”
“Pacarnya Newwiee juga gak kalah keren, ganteng pula.”
•••
Kedua tangan milik pemuda berkulit putih itu terus bergerak dengan handuk menjadi alasan untuk ia mengeringkan rambut kekasihnya. Tawan memejamkan matanya dengan perlahan, menikmati perlakuan Newwiee yang selalu menyempatkan diri untuk memerhatikan dirinya, semua perlakuan Newwiee itu terlampau manis untuk di tolak.
Tay dan New memang memutuskan untuk tinggal bersama di sebuah apartemen, katanya Tawan mau ketika ia pulang, hal pertama yang di lihatnya itu Newwiee, gombal sekali.
“Habis ini mau tidur atau nonton dulu?” Tawan bertanya.
“Kamu maunya apa?” yang lebih muda malh balik bertanya, meletakkan handuk kecil itu di tempatnya lalu kembali melangkah mendekati sang kekasih.
Keduanya saling melempar senyuman bahagia, tangan kanan Tawan menepuk pahanya beberapa kali, mengisyaratkan agar Newwiee duduk disana.
Si manis lantas saja mengerti, langsung mendaratkan bokongnya di paha sang kekasih, mengecup kedua pipi yang lebih tua dengan lembut, lalu merapikan rambut Tawan dengan kesepuluh jemarinya.
“Kamu wangi banget.” Tawan berbisik pelan.
“Kamu juga.”
“Newwiee, jangan tinggalin aku.”
Iris kelabu itu perlahan menemukan pasangannya, menatap iris hitam pekat yang tengah menatapnya dengan begitu dalam, ada cinta disana, Newwiee bisa merasakannya.
“Gimana mau ninggalin kalau aku bahagianya sama kamu?”
“Tawan, aku tuh cinta cinta cinta banget sama kamu. Mana ada orang yang mau bersihin muntah ku ketika aku sakit kecuali kamu dan Ibu, mana ada orang yang mau meluangkan waktunya untuk mendengarkan semua hayalan ku yang sebenarnya minim sekali untuk menjadi nyata selain kamu.”
“Aku gak pernah ketemu orang yang bisa mengerti isi kepalaku sebelum aku ketemu kamu.”
“Satu yang harus kamu tau, hatiku milik kamu.”
Newwie tersenyum setelah mengakhiri ucapannya, dengan perlahan mencium dahi, kedua mata, hidung mancung, dan dagu Tawan-nya, lalu bangkit dari posisinya-berjalan menjauh dari sang kekasih.
“Newwiee, yang ini belum.” protes dari Tawan terdengar, membuat yang lebih muda terkekeh renyah dengan gelengan kepalanya.
“Newwiee.”
Tangan Tawan menarik lengan kekasihnya, memeluk pemuda dengan piyama biru muda yang melekat di tubuh moleknya.
“Aku gak bisa napas kalau kamu meluknya begini.”
Perlahan, yang lebih tua melonggarkan pelukannya, menatap Newwiee-nya sekali lagi “Yang ini belum dapat hak-nya.” Tawan berujar sembari memegang bibirnya.
“Gak mau ah, aku capek mau tidur.”
“Newwiee aku gak minta itu.” bantah Tawan.
Si manis menyipitkan kedua matanya lengkap dengan senyuman curiga yang menghiasi wajahnya “Yakin gak mau?”
“Emang kamu gak capek, sayang?”
“Kan! Dasar buaya tua.”
Tawa yang lebih tua pecah seketika tak kala pukulan di bagian dada dari Newwiee ia terima “Newwiee yang ini belum lho.”
“Sini.”
Pemuda berkulit tan itu langsung melangkah semakin mendekat, menghapus jarak yang ada diantara mereka, menyatukan bibirnya dengan sang kekasih. Tangan kiri yang lebih tua perlahan mengelus dengan begitu lembut pinggang mulut si manis di balik piyamanya.
Ia tersenyum di sela cumbuannya, setelah dirasa si manis kehabisan napas Tawan melepaskan pangutan yang terjadi, mengelus bibir basah kekasihnya dengan begitu pelan “Aku sayang banget sama Newwiee.”
“Newwiee pun begitu” yang lebih muda menjawab, dengan perlahan mengalungkan kedua tangannya di leher sang kekasih “Tawan” panggilan Newwiee hanya di balas dehaman oleh yang lebih tua.
“Tawan capek kah?”
•••
-Joya-