[Renjana]

•••

Kedua tangan pria berkulit seputih susu dengan iris kelabu itu dengan begitu mahir menguncir rambut panjang putri kecilnya, “Cantik sekali anak Papa.” New berujar dengan senyum yang masih terukir di wajah manisnya.

“Papa, Lona beneran cantik kah?” pertanyaan polos yang keluar dari mulut putrinya membuat pria berkulit putih itu langsung mengangguk tanpa pikir panjang.

“Cantik sekali, kamu adalah gadis paling cantik di dunianya Papa dan Daddy.”

Senyum cerah anaknya terukir indah, kedua tangan gadis kecil itu terangat keatas, agar New menggendognya. Kekehan New terdengar, mengangkat anaknya dan berjalan menuju ruang keluarga.

“Papa, kita jadi pergi kan hari ini?” Alona bertanya.

Lantas saja pria berumur dua puluh tujuh tahun itu mengangguk ringan, “Jadi dong cantik, kita tunggu Daddy pulang dulu, ya?”

Senyum bahagia anaknya terlihat, New dengan sangat hati-hati mendudukkan putrinya di atas sofa sembari menyalakan televisi, perhatian Alona langsung teralih pada objek yang berada di dalam layar besar di depannya, “Papa, kenapa Spongebob gak pernah ganti baju?”

“Dia gak punya uang buat beli? Kalau Lona yang ngasih baju buat dia, boleh gak Pa?”

New mengulas senyum simpul, “Spongebob itu ganti baju lho, cuma semua bajunya itu mirip jadi dia kelihatan seperti gak ganti baju.”

“Gak gaul, baju Lona aja beda-beda.”

New hanya bisa terkekeh saja mendegarnya, ia melirik jam yang berada di dinding, pukul delapan malam namun pesan dari New belum juga ada balasan.

•••

“Papa, kenapa kita belum pergi juga? Katanya mau kepasar malam, kenapa Daddy gak pulang-pulang? Lona ngantuk.”

Pertanyaan-pertanyaan itu sudah beberapa kali keluar dari mulut gadis kecilnya, iris kelabu itu memerhatikan wajah mengantuk Alona, lalu menarik putrinya kedalam sebuah pelukan, “Sebentar lagi sayang.”

“Kita bakal pergi kan Pa hari ini? Gak di batalin lagi kan?”

New tak mampu menjawab, yang di lakukannya hanya diam sembari mengelus rambut panjang anaknya dengan sayang, jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, namun orang yang sedari tadi di tunggu kehadirannya tak jua memberikan kabar apa-apa. Dengkuran halus terdengar di telinganya, New menunduk, helaan napas terdengar begitu netranya melihat Alona sudah terlelap di dalam pelukannya, “Maafin Papa ya cantik, kita gagal pergi lagi.”

“Papa, Alona nakal kah?” gadis kecilnya mengigau.

Pria berkulit putih bersih itu masih diam di tempatnya, membiarkan Alona tertidur lebih lama lagi baru ia akan memindahkannya ke dalam kamar, karena jika di pindahkan sekarang, gadis kecilnya akan kembali terjaga. Jemarinya mengelus surai lembut sang anak, mengecup pipi Alona sesekali.

Pintu utama bercat putih rumahnya terbuka, tepat di jam sepuluh malam seseorang yang sedari di tunggu menampakkan batang hidungnya, pria dengan kemeja putih yang bagian tangan di gulung hingga ke lengan itu berjalan menghampirinya, meletakkan jas hitam di kepala sofa. Berlutut di depan New, mengelus pipi gadis kecilnya dengan begitu hati-hati.

“Aku telat.” pria berkulit tan itu berucap.

“Lagi.” New menambahi.

Netra keduanya bertemu, Tay menatap suaminya dengan perasaan bersalah, helaan napas dari si manis terdengar, “Aku mau mindahin Lona.” New kembali berucap.

“Aku aja ya, sayang.”

•••

Iris kelabu itu memerhatikan sang suami yang tengah menyelimuti buah hati mereka, berdiri tepat di ambang pintu bercat merah muda-kamar Alona dalam diam, samar-samar ia mendengar ucapan permintan maafan Tay pada Alona.

Tak lama, pria berkulit tan dengan wajah lelah yang begitu kelihatan itu membalikkan tubuhnya, berjalan mendekati si manis, lagi-lagi saling tatap namun tak ada satupun yang ingin bersuara terlebih dahulu.

Pria berumur dua puluh sembilan tahun itu perlahan menyandarkan dagunya di bahu si manis, menghirup aroma vanila yang langsung menyapa penciumannya, menenangkan. Kedua tangannya terulur untuk memeluk tubuh ramping orang tercintanya itu, “Maaf Newwiee.” lirihnya.

New masih diam, tak kunjung mengucapkan sepatah kata, membiarkan Tay melakukan apa yang ia mau, New kesal bukan main pada suaminya.

•••

Kelima jemari kecil yang berada di pipi kanannya membuat pria berkulit putih bersih itu mengerjapkan mata beberapa kali, iris kelabunya langsung menangkap objek paling menarik untuk di lihat, Alona di sana.

“Pagi, Papa tadi Lona udah minum susu yang ada di kulkas.” ucap gadis kecil berambut panjang terurai itu.

New tersenyum tipis, menepuk dadanya beberapa kali, bermaksud agar Alona bersender di sana, gadis itu menurut , perlahan kepalanya berada dengan begitu nyaman di dada sang Papa, membuat pria berkulit putih itu langsung mengelus rambut lembut anaknya.

“Lain kali kalau mau minum susu bilang ke Papa ya, gak bagus kalau pagi kamu minum yang dingin-dingin.” ia berucap begitu lembut.

“Iya Papa, gak Lona ulangin lagi, maaf.”

“Cantik, Daddy juga mau di peluk kamu.” suara serak itu membuat Alona langsung mengalihkan perhatiannya pada Tay.

“Daddy kenapa batalin pergi lagi? Gak mau ya pergi sama Lona? Lona nakal ya Daddy?”

Tay dan New saling tatap untuk beberapa saat, helaan napas dari yang lebih tua terdengar, mengubah posisinya menjadi duduk lalu menarik tubuh kecil anaknya kedalam sebuah pelukan, mengecup pucuk kepala Alona berkali-kali, “Lona gak nakal sayang, Daddy minta maaf ya cantik.”

“Tapi udah tiga kali kita batal pergi kepasar malamnya, Daddy gak mau ya ngajakin Alona kesana?”

“Maafin Daddy ya nak, nanti malam kita pergi, mau?”

“Tadi malam itu malam terakhir adanya pasar malam.” New berucap bersamaan dengan beranjaknya ia dari tempat tidur.

Tay dan Alona saling tatap, rasa bersalah kembali menyapa dirinya, pelukannya pada tubuh gadis sematawayangnya itu semakin erat, “Lona mau maafin Daddy?”

•••

Benda pipih berwarna putih yang tergeletak di nakas berdering, New yang tengah mengeringkan rambutnya pun melangkah dengan santai mendekati nakas, meraih ponselnya, langsung menggeser tombol hijau.

“Hallo, Newwiee.” suara dari seberang sana langsung terdengar.

“Hallo Mama.”

“Tawan tuh kebiasaan sekali matiin hapenya, Mama kesal banget sama dia.” omelan dari mertuanya membuat New terkekeh pelan, Tay memang selalu mematikan ponselnya jika ia sedang libur bekerja.

“Hahaha emang kebiasaan Ma, Mama mau ngomong sama Tay? sebentar ya New temuin dia dulu, Tay di kamar sebelah lagi mandiin Alona.”

“Gausah New, males Mama ngomong sama dia, Mama cuma mau bilang ke kalian, hari ini kerumah ya. Mama masak banyak soalnya, lagian juga sepupu-sepupu Tay pada kerumah.”

“Oke Ma, nanti jam sepuluhan kami kesana.”

•••

Acara sarapan keluarga kecil Tay tawan sama seperti hari-hari biasanya, ocehan Alona, kekehan mereka masih sama, namun ada sedikit yang berbeda, tatapan New padanya. Pria beriris kelabu itu memang tampak biasa aja, masih juga berbicara pada Tay, namun tatapannya terlihat tak bersahabat, dia masih kesal ternyata.

“Tadi Mama nelepon nyuruh kita buat kerumah.” si manis berucap tanpa mau menatap mata yang lebih tua.

“Kita bakalan kerumah Moma? Asik dong ada Bara, Athala, Gio, sama si ngeselin Nathan.” ucap Alona menyebut nama ke-empat sepupunya.

“Alona mau kerumah Moma sekarang Dad.” sambungnya.

“Oke kita kesana, tapi kamu habisin dulu dong roti panggangnya, nanti Papa sedih kalo Lona gak habisin masakannya Papa.” Tay berujar, lantas saja membuat Alona langsung mengangguk serta tersenyum, memamerkan gigi rapinya.

“Papa, kenapa diam aja?”

New menoleh kekiri, menatap si buah hati dengan tersenyum tipis, “Kalau lagi makan, gak boleh ngobrol cantik.”

•••

“Moma, Nathan mau ayam bakar kayak punya Alona tapi yang lebih besar.” suara milik bocah berumur lima tahun itu terdengar.

“Gak boleh serakah Nathan, nanti kalau kamu gak habisin makanannya kan mubazir.” Alona berucap sembari mengunyah makanannya.

“Biarin aja wle.”

“Ngeselin banget kamu. Jangan deket-deket aku, sana jauh-jauh.”

“Kamu aja yang jauh-jauh dari aku, sana hush-hush.

Decakan kesal dari Alona membuat senyum Nathan mengembang sempurna, gadis berambut panjang di kuncir kuda itu bangkit dari duduknya, pindah ke sofa sebelah New.

“Kok cantik-nya Papa cemberut?”

“Nathan ngeselin.”

New dan yang lainnya hanya bisa mengglengkan kepala lengkap dengan senyum maklum yang menhiasi wajah masing-masing, memang sudah kebiasaan jika Alona dan Nathan yang selalu bertengkar dan tak akan pernah bisa akur.

“Jelek, kamu nginap disini kan sama Newwiee?” wanita paruh baya berparas ayu itu bertanya pada anaknya-Tay tawan.

“Gak bisa Ma, besok senin, aku udah harus kerja.”

“Yaudah lo pulang aja sendiri, biar Kak New sama Alona nginap disini.” tambah sepupunya.

Tay hanya diam, menatap wanita berumur dua puluh empat tahun yang tengah menggendong anak keduanya itu dengan tatapan datar miliknya.

“Bener tuh, New mau kan?”

“Ma.”

Wanita paruh baya itu tampak tak perduli dengan ucapan anaknya, “Ya lagian kamu tuh akhir-akhir ini sering banget pulang larut malam Mama perhatiin.” ia berucap lalu beralih menatap menantunya, “Kamu bermalam disini ya New sama Alona?”

“Alona nginap dirumah Moma kan sayang?” tambah mertuanya, membuat Alona langsung mengangguk semangat.

Senyum tipis ia tampilkan, “Aku pulang sama Tay aja, Ma.”

•••

Mini cooper milik Tay sudah terparkir rapi dalam garasi, tanpa mengucapkan sepatah kata pun New langsung membuka pintu dan keluar, meninggalkan Tawan-nya seorang diri.

Helaan napas terdengar, New kalau sedang marah memang lebih baik dibiarkan saja dulu seharian, perlahan netranya melihat cincin yang melingkar dengan manis di jari manisnya, memandangi cincin itu dalam diam, lalu sebuah senyum simpul terukir di wajahnya.

Pria berkulit tan itu berjalan menyusul suaminya, memutar knop pintu dengan perlahan, pintu bercat putih itu terbuka, menampilkan seseorang yang tengah berdiri memunggunginya. Tay berjalan mendekat, langsung memeluk Newwiee-nya dari belakang.

“Newwiee.” ia memanggil namun masih tak ada sahutan sama sekali dari sang empunya nama.

“Boleh aku ngomong?”

“Newwiee.”

“Apa?”

Seulas senyum langsung tersungging di wajah yang lebih tua, dengan perlahan ia memutar tubuh Newwiee-nya agar mereka bisa saling tatap. “Maafin aku ya.”

“Ya.”

“Kalau ngobrol sama suaminya di lihat dong matanya, cantik.”

Perlahan, iris kelabu itu mau menatap iris hitam pekat milik suaminya, wajahnya masih begitu datar “Ya.” ia berkata, nadanya sangat cuek.

Pria berkulit tan itu tersenyum tipis melihat Newwiee-nya, “Kalau nada kamu masih ketus begitu artinya masih belum benar-benar bisa maafin kesalahan aku.”

“Gimana gak marah kalau kamu tiga kali berturut-turut batalin acara sama Alona, dia nanyain kamu kapan pulang sampai ketiduran padahal dia udah pake gaun supaya Daddy-nya lihat dan bilang kalau dia cantik.”

“Tiga kali Tawan, kamu ingkar janji sama anakmu.”

“Maaf Newwiee.”

“Aku cari pasar malam buat Alona, kita pergi kesana, ya?” Tay berucap.

“Bukan perkara pasar malam Tay tawan, perkara janji yang harus kamu tepati. Terlebih kamu memberi janjinya pada putri mu sendiri, kamu gak liat gimana dia nanyain kapan Daddy-nya pulang padahal dia lagi tidur.”

“Dia sampai pilih sendiri gaun yang mau di pakai buat pergi sama kamu, tiga kali Tay.”

Iris kelabu itu tampak berkaca-kaca, dan Tay hanya bisa diam, membiarkan New melampiaskan semua yang ada di pikirannya pada Tawan tanpa terkecuali.

“Kamu gak lihat kan segimana takutnya Alona berpikir kalau kamu memang gak mau bawa dia buat pergi menghabiskan waktu sama-sama, berkali-kali dia nanya ke aku apa dia nakal sampai Daddy-nya gak mau ngajakin dia pergi.”

“Aku tau kamu sibuk akhir-akhir ini, aku juga gak pernah ngeluh apa-apa tentang keterlambatan kamu pulang kerumah. Tapi kali ini masalahnya keterlibatan Alona di dalamnya.”

“Padahal kamu sendiri yang pernah bilang ke aku kalau jangan berjanji jika kamu belum tentu bisa menepati, tapi kamu sendiri malah begitu.”

“Aku kesal banget sama kamu Tawan.”

“Sudah?” pertanyaan yang terlontar dari mulut pria berkulit tan terdengar begitu lembut, dengan perlahan menarik Newwiee-nya kedalam sebuah pelukan hangat.

“Maaf ya, aku harus apa biar kamu gak kesel lagi?'

“Maaf udah buat kamu sama Alona nunggu, maaf gak balas pesan kamu, maaf gak ngasih kabar apa-apa, maaf gak ngangkat telepon dari kamu.”

“Maaf sudah bikin Newwiee kesal, masih mau diemin aku? kalau masih mau aku gak bakal ngelarang karena memang salah.”

“Newwiee mau sendiri dulu kah?”

Tangan kanan Tay terus mengelus surai lembut yang lebih muda, sebuah gelengan kepala terlihat, yang lebih muda malah semakin mengeratkan pelukannya, menengadah menatap wajah suaminya, “Udah gak kesal lagi, tapi masih kesal.”

“Gimana maksudnya cantik?”

“Di maafin, tapi tolong jangan di ulang lagi.”

“Di usahain mati-matian kali ini.”

“Kamu belum ada nyentuh makanan dari tadi siang aku perhatiin, terakhir makan juga pas sarapan.” sambung si manis.

Seulas senyum simpul milik Tay terlihat, “Lagi marah saja kamu masih memperhatikan aku.”

“Mas, mau dimasakin apa?”

“Seneng banget kalau kamu udah manggil aku begitu lagi.” Tay berkata jujur, New kalau sedang marah pasti memanggil dirinya menggunakan nama, dan Tay tak suka itu.

“Kamu mau di masakin apa? pasti lapar kan ini saja sudah jam setengah sebelas.”

“Aku gak selera apa-apa, mau pelukan aja.”

New lantas melepas pelukannya pada Tay, menatap suaminya dengan wajah cemberut yang ia punya, gemash sekali.

“Gak, makan dulu.”

“Beneran gak kepengen apa-apa sayang, aku cuma mau di peluk sampai pagi sama kamu. Mumpung kita berdua dirumah.”

“Nanti kamu sakit kalau gak makan.”

“Mau di peluk karena kemarin malam aku cuma bisa meluk guling.”

“Tay tawan.”

“Mau di peluk Newwiee, mau ciuman juga.”

“Mas.”

“Oke minum susu aja.”

Senyum kemenangan milik New tersungging, ia mengangguk lalu kembali berucap, “Aku microwave dulu susunya, kamu bisa mandi.”

“Mandi bareng ya?”

“Kok manja banget? Ingat umur.” New berucap.

“Karena kemarin malam di cuekin kamu habis-habisan, minum susu hangat sendirian, rambut basah ngeringin sendiri.”

“Tapi kan aku yang siapin semuanya.”

“Tetap aja yang aku tatap punggung kamu.”

“Lelah sekali berdebat dengan bapak Tawan ini.”

“Jadi? Mandi bareng?” Tay bertanya dengan kedua alis naik-turun, pun dengan senyum manisnya yang tersungging di wajah tampannya.

“Tapi aku capek.”

“Tau sayang, tadi kamu juga ikut masak, pasti capek. Aku cuma mau mandi bareng, ciuman, dan pelukan sampai pagi sama Newwiee.”

“Permintaan di kabulkan, ayo temani aku ke bawah buat manasin susu buat kamu terlebih dahulu.”

-Kisah ditutup.

•••

-Joya-