[Sebuah cerita di Kota Tua]

•••

Tay dengan segala ketidak jelasannya terkadang memang menguji kesabaran sekali.

Keduanya tengah berada di Kota Tua Jakarta, jemari itu bertaut, berjalan beriringan, sesekali diselingi dengan candaan.

Langkah keduanya berhenti di sebuah Cafe Batavia. Bangunan yang unik dan antik menarik perhatian Tay. Begitu masuk ke Cafe Batavia, rasanya seperti memasuki mesin waktu dan kembali ke masa kolonial Belanda.

Hal ini disebabkan oleh arsitektur bangunan dan design interior cafe ini yang sangat old school. Lantai pertama dikhususkan untuk para smoker, terdiri dari bar yang dilengkapi performing stage. Lantai kedua lebih terkesan cafe dan merupakan area bebas asap rokok. 

TayNew memilih duduk di lantai dua, di kursi pojok dekat dengan jendela agar bisa melihat suasana kota tua di malam hari.

“Pengen jadi temen doraemon biar bisa nyolong mesin waktunya. Mau gue berhentiin, biar sama lo terus” ucap Tay menimbulkan kekehan pelan dari New.

“Ngalus mulu, mau gue cium?”

•••

Setelah mengisi perut dan membayar Tay kembali menggenggam tangan New, menjelahi seluruh isi yang ada di kota tua jakarta pada malam hari. Tempat yang kembali menarik perhatian Tay adalah Acaraki, lokasinya ada di Gedung Kertaniaga, persis di sebelah Museum Fatahillah kawasan Kota Tua Jakarta.

“Mau nyobain jamu?”

“Iyalah, kan gue belom boleh nyobain lo”

New memutar bola mata malas, Keduanya kembali memilih duduk di kursi pojok. New menaikkan sebelah alis nya tak kala seorang pelayan datang membawakan buku menu.

Keduanya sama-sama bingung untuk memesan apa, jamu apa, tidak pernah terlintas di otak New kalau Tay akan mengajak nya ke kedai jamu. Tay juga tadi asal masuk saja hahaha.

“Mbak saya bingung mau mesen yang mana deh” ujar New yang membuat pelayan tersenyum maklum.

Dengan ramah pelayan cantik itu menjelaskan menu andalan yang ada di cafe ini, New terlihat sangat antusias mendengarnya, ia menatap ke arah Tay sebentar “Kita pesan tiga-tiganya ya” ucap cowok manis itu.

Tay mengangguk setuju, setelah memesan pelayan cantik pergi meninggalakan TayNew. Keduanya kembali saling pandang lalu tertawa, memang pasangan aneh.

“Ada-ada aja lo, Pacaran tapi minumnya jamu” ucap New.

“Gue emang se-anti mainstream itu” balas Tau dengan wajah sombongnya.

“Dih najong lu”

“Ngaku aja deh, emang lo pernah di ajak Suhi kesini? Enggak kan?”

Helaan napas panjang terdengar, Suhi lagi.

Sekitaran sepuluh menit 3 jenis jamu pesanan mereka sampai, New dengan samangat menjelaskan nama-nama jamu ini pada Tay setelah pelayan pergi. Padahal tadi sang pelayan sudah menjelaskan, namun Tay diam saja, membiarkan New kembali memberikan penjelasan.

“Yang pertama namanya saranti gue pesen yang dingin, kedua ini namanya kunyit asam tubruk, dan yang terakhir beras kencur saring”

“Gue cobain lo dulu, boleh gak?”

“Musnah kau setan”

•••

Kedua anak manusia itu akhirnya duduk di taman fatahillah, keadaan taman ini lumayan ramai. Keduanya sudah cukup lelah dan cukup kenyang, mulai dari Cafe Baravia, Museum fatahillah, stasiun kereta apa kota, toko merah, jajanan kaki lima dan terakhir duduk santai menikmati suasana kota tua di malam hari.

New menyandarkan kepala nya di bahu kanan Tay, semilir angin malam membuat nya betah berlama-lama di sini.

“Mau pulang?”

“Nanti aja deh, gue masih kekenyangan juga” jawaban New membuat Tay mengangguk mengerti.

Keduanya tak banyak bicara setelahnya, hanya diam, ibu jari Tay mengelus punggung tangan milik New dengan pelan.

“Makasih ya Tawan” ucapan terima kasih New membuat Tay mengerutkan keningnya tak paham.

“Gue seneng disini, terutama karena sama lo, makasih”

“Sama-sama”

Ponsel Tay berbunyi terus-terusan namun cowok itu begitu malas untuk menjawabnya, hingga New gemas sendiri.

“Angkat ajalah mana tau perlu”

“Itu, Namtan” cicit Tay.

“Ya gak papa, angkat aja Tay”

Tay menatap New, namun tangan kanannya mulai menggeser tombol hijau.

“Halo Namtan”

•••

-Joya-