Selamat ulang tahun Thitipoom.
•••
Hari ini, tepat di tanggal 30 januari seseorang dengan poni rapi menutupi dahi itu tengah merayakan hari ulang tahunnya untuk yang kesekian kali. Ranumnya tak henti melengkung indah memamerkan senyum terbaik yang ia punya, binar matanya tak pudar memandang bagaimana orang-orang terdekatnya menyambut harinya, hari Thitipoom.
Kedua ibu jari lelaki itu bergerak cepat membalas segala pesan berisikan ucapan dan doa untuk umur barunya tahun ini, sesekali terkekeh pelan tak kala ada saja kalimat lelucon yang ada di dalam benda pipih di genggamannya.
“Mbul.”
Pria berkepala tiga itu menoleh ke sumber suara netra keduanya bertemu untuk beberapa waktu hingga yang muda memberikan sebuah kedipan untuk suaminya, Thi bangkit dari sofa yang ia duduki—melangkah mendekati Tawan hingga ujung jemari keduanya tersentuhan.
“Thi mau balikin ini. Aku jajan banyak banget tadi, gak apa-apa kan?” Yang muda bersuara lengkap dengan memulangkan kartu kredit kepada pemilik aslinya.
“Gak apa-apa, kan aku yang ngasih.”
Senyum lelaki Cantik itu kembali merekah, kembali menghiasi wajah cerahnya lantas mengangguk dua kali, “Makasih ya Tetaa.”
Sang pemilik netra hitam pekat memberi sebuah senyum tipis sebagai jawaban, detik berikutnya ia merentangkan tangan lebar-lebar bermaksud mempersilahkan orang yang berada di hadapannya untuk masuk kedalam pelukan yang sepenuhnya ia berikan dan ciptakan untuk Thitipoom seorang.
Thi, menerima pelukan suaminya tanpa suara.
“Senang gak hari ini?” Suara berat yang tua menyusup masuk kedalam indera pendengarannya, Thi mengangguk—menyandarkan kepalanya di dada mataharinya.
“Senang, Thi tadi beli makanan yang aku suka, ganti kacamata baru, dapat kue ulang tahun dari banyak orang, dapat kado, dapat doa yang baik-baik, dipinjamin credit card sama suami Thi buat jajan sepuasnya satu harian ini, ketiban uang 1M juga hahaha.”
“Tetaa.”
“Iya sayang.”
“Tadi ayah ucapin selamat ulang tahun untuk aku, terus beliau minta maaf lagi, terus Thi di peluk deh. Pelukan ayah tuh sama kayak di peluk kamu, rasanya hangat, nyaman, dan aman.”
“Thi udah lama banget ya gak di peluk sama ayah, Tetaa makasih udah peluk anak Thi setiap hari.”
“Sama-sama Cantik.” Lirihan yang tua masih dapat di denger oleh pasangannya, pun juga dengan telapak tangan besar sang empu tak henti mengelus kepalanya dengan begitu pelan, satu kata yang dapat Thi katakan, menenangkan.
“Gak boleh nangis, hari ini ulang tahun Thi.”
“Gak apa-apa nangis aja.”
“Enggak boleh.”
“Enggak apa-apa, Thipum.”
“Aku mau di peluk yang lama, boleh?”
“Boleh, Cantikku.”
“Tetaa, sayang sama Thi selalu, ya.”
“Kita sudah sama-sama berapa lama Thi?”
“Dua belas tahun.”
Ada sepuluh detik senyap yang melanda hingga si manis kembali bergerak pelan di dalam rengkuhan lelakinya, semakin menyamakan dirinya di sana. Berpelukan di tengah-tengah ruang keluarga rumah mereka berdua, membiarkan sunyi yang tak kunjung merasa sepi hingga suara Tawan terdengar.
“Selamat ulang tahun, Thitipoom vihokratana.”
“Selamat ulang tahun Thi, terima kasih sudah lahir.”
“Selamat ulang tahun Mbul, terima kasih karena kamu sudah kuat.”
“Selamat ulang tahun bapak Thitipoom, terima kasih sudah mau berjalan beriringan bersama.”
“Selamat ulang tahun Cantik, terima kasih sudah sabar dengan alur yang di buat oleh semesta.”
“Selamat ulang tahun Thipum, semoga di umur kamu yang sekarang, kamu menjadi yang lebih baik dari yang baik.”
“Selamat ulang tahun sayang, semoga kamu di cukupkan dan selalu merasa cukup.”
“Selamat ulang tahun cintaku, semoga kamu dilapangkan hatinya, menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia.”
“Selamat ulang tahun Newwiee, semoga banyak kebahagiaan yang mengelilingi kamu.”
“Selamat ulang tahun suamiku, semoga kamu gak banyak sedihnya tinggal dan menua bareng aku.”
“Selamat ulang tahun Thi langsing, semoga kamu panjang umur, semoga kamu sehat selalu, semoga kamu bisa sama aku terus dalam jangka waktu yang lama.”
“Semoga umurnya berkah ya Thi.”
“Aku sayang banget sama kamu, Cantikku.”
“Aku sayang kamu.”
“Aku selalu sayang sama kamu.”
“Gak pernah satu hari pun aku gak sayang sama kamu.”
“Aku selalu sayang sama kamu, Thi.”
“Ku Aamiinkan segala doa mu di tahun ini dan puluhan tahun kedepannya.”
Telapak tangan sang empu tak henti-hentinya bergerak menenangkan tubuh bergetar si manis, tangis lelaki itu tak lagi ia tahan-tahan, sesekali mengangguk menyetujui ucapan panjang sang suami.
“Tetaa, makasih banyak ya.”
“Makasih udah ngucapin ulang tahun untuk aku untuk yang pertama kali, makasih sudah ingat, makasih sudah sayang sama Thi.”
“Aamiin, semoga doa baik yang kamu berikan balik ke kamu ya, aku ikut bantu meng-Aamiinkan segala doa mu juga, Tawan.”
“Makasih sudah ada di setiap keadaan, makasih sudah mau nemenin aku terus.”
“Thi minta maaf ya kalau aku kadang kala bikin kamu kesal dan marah, jangan bosan untuk bimbing aku jadi yang lebih baik dari yang baik.”
“Terima kasih ya Tawan, sudah menerima segala kurang-kurang ku yang super banyak.”
“Kamu diciptakan oleh sang pencipta dengan sebaik-baiknya, dan aku menerima keseluruhan yang ada di diri kamu tanpa terkecuali. Thipum, aku sangat sayang sama kamu, terima kasih sudah lahir dan terima kasih sudah bertahan sampai sekarang.”
“Thi paling sayang kamu banyak sekali.” Pria berkulit putih bersih itu bersuara dengan kepala yang masih setia bersandar di dada kekasih hatinya.
“Terus melangkah beriringan bersama ya Thi, sampai salah satu diantara kita menyerah akan dunia. Jika orang pertama yang mengalah adalah aku, ayo kembali bersama di kehidupan selanjutnya, Thitipoom.”
Lirihan itu masih dapat di dengar, hingga kedua iris kelabu yang muda bergerak mencari pasangannya, menelisik netra hitam pekat lelakinya lamat-lamat, dan sebuah anggukan tanpa ragu Thi berikan begitu indera penglihatan mereka bersinggungan.
“Ayo bertemu dan bersama lagi di kehidupan selanjutnya, nanti.”
Lengkung indah pemilik netra hitam pekat itu benar-benar mengembang sempurna begitu jawaban yang diberikan Thi menjamah telinga. Kelima jemarinya tanpa ragu bergerak menangkup sebelah kiri sisi wajah sang suami paling cantik tiada dua, perlahan, ibu jari sang empu bergerak dengan lembut mengelus pipi sang bulan.
Detik berikutnya, yang tua mempertemukan ranum dua insan di sana untuk saling memagut, mencurahkan segala cinta yang mereka rasakan dalam sebuah ciuman lembut tanpa menuntut. Thi semakin memperdalam cumbuannya begitu dirasa air mata lelakinya mengalir membasahi pipi, Tawan menangis dalam ciuman yang tengah mereka lakukan.
“Selamat ulang tahun, Papa dari anakku.”
Dua belas ucapan Thi terima dari Tawan di ujung pergantian tanggal 30 januari tahun ini.
•••
—Joya.