[You and I]
•••
Tepat di jam delapan malam, setelah singgah lagi untuk mengisi perut masing-masing, barulah keduanya sepakat untuk melanjutkan perjalan pulang kerumah. Tay dan New berjalan keluar dari warung pecal lele menuju parkiran, yang lebih tua lantas menggunakan jaketnya menutupi kepala si manis agar tidak terkena air hujan.
New bimbang, ia benar-benar bimbang, perlakuan manis dari Tay selama ini baru terasa sekarang, dan itu masih begitu asing untuknya. Namun tampaknya yang lebih tua malah terlihat biasa aja.
“Gantian nyetir mau gak?” New menawarkan namun gelengan kepala dari yang lebih tua langsung terlihat.
Kedua tangan Tay perlahan memegang kedua sisi wajah New, “Kamu duduk aja disini bagus-bagus, kalau ngantuk boleh tidur, gak bakal aku culik. Ngerti?”
Layaknya anak kecil yang mematuhi ucapan orang tuanya, New lantas mengangguk dengan ekspresi wajah begitu polos, “Kamu jangan gemesh-gemesh banget dong.”
“Perasaan aku diam aja deh.”
Tay tersenyum tipis, setelah memaikan sabuk pengaman untuk New barulah ia melajukan mobil yang di kendarainya dengan kecepatan sedang. Iris hitam pekat itu sesekali melirik ke kiri, karena sejujurnya menatap New itu adalah hal yang paling ia suka.
“Cantik, siniin tangannya.” Tay bercap sembari menepuk-nepuk dengan pelan pahanya.
“Ngapain ih?”
“Mau aku genggam, genggam tangannya aja dulu, baru hatinya.”
New diam, membuang pandangan ke sembarang arah, tak mau memperlihatkan semu di wajahnya yang hanya akan membuat dirinya malu.
Take me home, I'm fallin' Love me long, I'm rollin' Losing control, body and soul Mind too for sure, I'm already yours
Tay bernyanyi dengan santainya, dan New malah merasa itu adalah pesan tersembunyi untuk drinya, aneh, mengapa hari ini ia merasa begitu sensitif?
“Tay pinggirin dulu dong mobilnya.” New berujar pelan.
“Kamu kenapa?” pertanyaan dengan nada khawatir itu jelas terasa, Tay lantas menepikan mobil yang di kendarainya, lalu mengalihkan seluruh fokusnya pada pemuda berkulit seputih susu yang berada di sampingnya, mengamati wajah New lamat-lamat, “Kamu kenapa? Mau muntah?” New hanya menggeleng sebagai jawaban.
“Cantik-nya aku kenapa? Apanya yang sakit?”
“Aku gak kenapa-napa Tawan, serius.”
“Kenapa minta berhenti?”
Yang lebih muda mengulum bibirnya, ragu untuk berucap karena ia benar-benar bimbang pada perasaannya sendiri, namun sialnya debaran ini masih terasa begitu nyata saja.
“Kamu suka sama aku?” New berujar, malah terdengar seperti lirihan, ia menunduk, tak berani menatap netra hitam pekat yang mengamatinya.
“Newwiee.”
“Jawab aja kalau kamu mau jawab, kalau enggak, lanjut jalan pula-”
Ucapan si manis terpotong tak kala jemari Tay mengangkat dagunya, tanpa di duga sama sekali yang lebih tua malah menyatukan kedua bibir mereka, menyesapnya dengan begitu lembut, memabukkan.
New awalnya diam, namun entah bagaimana ia mulai ikut bergerak, melumat bibir bawah teman karibnya dengan gerakan seirama, mengalungkan kedua tangannya pada leher Tay tawan, hingga beberapa menit setelahnya yang lebih tua terbih dahulu melepas pagutan.
Keduanya sama-sama diam dengan deru napas begitu tak beraturan, dahi mereka menyatu, dengan kedua netra yang masih saling menatap, membiarkan jantung yang berdetak dua kali lipat dari biasanya.
Biarkan malam ini mereka begini, masalah besok, di urus nanti.
•••
-Joya-